Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Dunia
ilmu, termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan
merupakan kegiatan yang dinamis, berkembang terus, sesuai dengan filsafat ilmu
itu sendiri yang selalu ingin mencari kebenaran. Linguistik struktural lahir
karena tidak puas dengan pendekatan dan prosedur yang dipakai oleh linguistik
tradisional dalam menganalisis bahasa.
Sekian
puluh tahun linguistik tradisional dengan berbagai modelnya populer sebagai
satu-satunya aliran yang banyak diikuti dalam menganalisis bahasa. Kemudian,
para ahli linguistik merasa bahwa model struktural juga banyak kelemahannya
sehingga ahli linguistik mencoba merevisi metode struktural itu. Revisi itu
melahirkan aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaan.
Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transformasional yang memunyai
pendekatan berbeda dengan linguistik struktural.
Linguistik
transformasional lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic
Structures pada tahun 1957. Dengan terbitnya buku ini timbul kritikan dan
saran dari berbagai pihak sehingga terbit buku yang kedua dengan judul Aspects
of the Theory of Syntax pada tahun 1965. Metode tata bahasa yang
dikembangkan dikenal dengan transformational generatif grammar atau
dikenal dengan tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif.
Menjelang
dasawarsa 70-an beberapa pengikut Chomsky memisahkan diri karena tidak puas
dengan teorinya, maka mereka membentuk aliran sendiri antara lain Postal,
Lakoff, Mc. Cawly dan Kiparsky, yang memperkenalkan aliran semantik generatif.
Charles J. Fillmore dengan aliran tata bahasa kasus dan David M. Perlmutter dan
Paul M. Postal yang memperkenalkan aliran tata bahasa relasional. Pada makalah
ini akan dibahas dengan sangat singkat aliran tata bahasa kasus yang
diperkenalkan oleh Fillmore.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu
1.
Apa yang dimaksud
dengan tata bahasa kasus?
2.
Jelaskan macam-macam
tata bahasa kasus?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah berdasarkan rumusan masalah, yaitu untuk menjelaskan pengertian dari tata bahasa
kasus dan menjelaskan macam-macam tata bahasa kasus.
D.
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat
dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui pengertian tata bahasa kasus.
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui macam-macam tata bahsa kasus.
PEMBAHASAN
Tata
bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam
karangannya berjudul The Case for Case tahun 1968 (Chaer, 2003). Tata
bahasa kasus merupakan suatu modifikasi dari teori tata bahasa transformasiyang
memperkenalkan kembali kerangka kerja konseptual hubungan-hubungan kasus dari
tata bahasa tradisional, tetapi memelihara serta mempertahankan suatu pembedaan
antara struktur dalam dan struktur permukaan dari tata bahasa generatif, dengan
catatan bahwa kata ‘dalam’ di sini mengandung pengertian ‘kedalaman semantik’
atau ‘semantic deep’ (Tarigan, 1989).
Fillmore
mengembangkan gramatika kasus setelah melihat adanya masalah pada gramatika
transformasi generatif. Fillmore melihat adanya peran semantik pada nomina
dalam hubungannya dengan verba yang tak dapat diterangkan oleh gramatika
transformasi generatif. Pada gramatika transformasi generatif, masing-masing
kategori yang diberi label frasa hanya memunyai ikatan logika bentuk dan
distribusi dengan kategori lain dalam sebuah kalimat, seperti frasa benda (FB)
dengan frasa verba (FV), frasa perba (FB) dengan frasa nomina (FN), frasa benda
(FB) dengan frasa adverbia (FA), dan frasa perba (FB) dengan frasa depan (FD).
Gramatika kasus sebagai perluasan dari gramatika transformasi generatif
menetapkan masing-masing kategori diberi peran semantis (semantic role)
yang disebut kasus (case). Struktur dalam sebuah kalimat menurut
gramatika kasus berbeda dengan yang ada pada teori standar yang diperluas (EST).
Pada
gramatika kasus, struktur dalam sebuah kalimat terdiri dari dua konstituen,
yaitu modalitas dan roposisi. Fillmore (dalam Chaer, 2003)
menyatakan bahwa modalitas yang biasa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan
adverbia; dan proposisi terdiri atas sebuah verba disertai dengan sejumlah
kasus. Perhatikan bagan berikut ini.
Yang
dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan
nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan
argumen dalam teori semantik generatif. Hanya dalam teori ini diberi label
kasus. Misalnya, dalam kalimat bahasa Inggris John opened the door with the
key, argumen1 John berkasus ‘pelaku’, argumen2 door berkasus
‘tujuan’, dan argumen3 key berkasus ‘alat’. Perhatikan bagan berikut!
Makna
kalimat dalam teori dirumuskan dalam bentuk berikut.
Tanda
- dipakai untuk menandai posisi verba dalam sutruktur semantis, sedangkan X, Y,
Z adalah argumen yang berkaitan dengan verba atau predikat itu yang biasanya
diberi label kasus. Makna kalimat di atas adalah berikut ini.
OPEN, + [ --- A,
I, O]
A = Agent, pelaku
I = Instrument, alat
O = Object, tujuan
Fillmore
(Samsuri, 1978: 341) menjelaskan posisinya lebih lanjut tentang gagasan kasus
batin sebagai dasar untuk menerangkan berbagai fungsi (frasa) nomina dalam
kalimat-kalimat. Dalam karangannya Some Problems for Case Grammar (1971:
35), Fillmore membicarakan berbagai masalah dalam kategorisasi kasus, dan
memberikan saran pemecahannya. Dia juga mengeluarkan dua prinsip dalam
menghadapi pemecahan masalah itu, yaitu (1) bahwa hanya terdapat satu kasus
bagi tiap (frasa) nomina dalam sebuah klausa; dan (2) bahwa jika kita ambil
sebuah predikator, yang secara intuitif dilihat sebagai memberikan
fungsi-fungsi semantik kepada (frasa) nomina-(frasa) nomina yang terdapat pada
posisi sintaktik tertentu terhadap predikator itu, mestilah ada suatu batas
dalam menggolong-golongkan fungsi semantik itu. Pada mulanya Fillmore (dalam
Yasin, 1991: 49) membedakan kasus-kasus atas pelaku (agentive), alat (instrumental),
datif (dative), faktitif (factitive), tempat (locative), dan
objektif (objective).
Kemudian
pada tahun 1971 Fillmore mengadakan perubahan pada pembedaan kasuskasus, yang
mulanya dibagi atas enam kasus setelah dikembangkan menjadi 10 kasus. Di dalam
daftar kasus yang baru kasus ‘datif’ dan ‘faktitif’ tidak dimunculkan lagi,
namun keduanya digantikan penamaannya dengan kasus ‘yang mengalami’ dan kasus
‘tujuan’.
Daftar
baru kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut :
I = Agentif TJ =
Tujuan
P = Experiens TP
= Tempat
I = Instrumen WK
= Waktu
O = Objektif PNY
= Penyerta
S = Sumber BEN=
Benefaktif
Hubungan
logis antara verba dengan frasa benda ditandai dengan preposisi seperti
berikut.
Kasus Preposisi Kasus Preposisi
A by TJ for
P
by L in,on,at
I
by,with WK in,
on, at
O
Ø PNY with
S
of, from,off BEN for
Preposisi
yang menghubungkan verba dengan kategori-kategori benda disebut penanda kasus
yang disimbolkan dengan K, sedangkan kategori-kategori benda yang memunyai hubungan
konseptual logis dengan verba disebut aktan, yang menggambarkan peran
semantis yang dikandung oleh masing-masing kategori benda tersebut.
Sebagai
contoh dari keterangan di atas adalah berikut ini.
a.
Anak
kami membeli buku
b.
Kemarin
dokter memeriksa anak kami
c.
Anak
kami melihat filem tadi malam.
Pada
kalimat-kalimat di atas frasa nomina anak kami, sesuai dengan hubungan
semantik sintaktik memunyai kasus yang berbeda, anak kami pada kalimat
(a) memunyai kasus pelaku (A), anak kami pada kalimat (b) berkasus objek
(O), sedangkan anak kami pada kalimat (c) memunyai kasus mengalami (P).
Dengan contoh di atas, jelas bahwa gagasan kasus Fillmore berbeda dari
ketegorisasi kasus tata bahasa tradisional.
Menurut
Samsuri (1978; 343), tata bahasa kasus cocok diterapkan dalam bahasa Inggris,
tetapi dalam bahasa Indonesia tidak semua kaidah bisa diterapkan, misalnya
kaidah tentang kala. Karena kala bersifat wajib dalam bahasa Inggris kaidah itu
dapat diterapkan, tetapi tidaklah dalam bahasa Indonesia, karena bahasa kita
tidak bersistem kala. Dalam bahasa Indonesia, modalitas lalu menjadi mana suka,
dan kaidah pertama tata bahasa kasus wujudnya.
Kalimat
(M)odalitas
Contoh kalimat bahasa Indonesia tanpa modalitas Anak kami membeli buku, Kemarin dokter memeriksa anak kami, dan Anak kami melihat filem. Contoh kalimat bahasa Indonesia
yang
memakai modalitas Tuti sedang membaca surat di serambi, dan Wahyu
pernah memberi pak Lurah kemeja dulu.
Masing-masing
kasus diuraikan seperti berikut ini.
A.
Kasus Agentif (A)
Kasus
agentif adalah kasus yang secara khusus ditujukan bagi makhluk hidup (yang bernyawa)
yang merasakan hasutan tindakan yang diperkenalkan oleh verba (dalam Tarigan,
Fillmore, 1968: 24}. Kasus agentif mendapat pemarkah [+hidup] yang merupakan
pelaku suatu kegiatan atau yang memprakarsai tindakan verba, seperti dalam
kalimat ‘Marta memangkas bunga mawar, kata ‘Marta’ melakukan perbuatan
memangkas atau memprakarsai tindakan memangkas bunga mawar.
B.
Kasus Experiens (P)
Kasus
yang mengalami berbeda dengan kasus pelaku walaupun verba yang ada di dalam
predikat adalah verba yang sama. Bandingkan kalimat ‘Budi mendengar suara aneh’
berbeda dengan kasus, ‘Budi mendengar radio’. Kata ‘Budi’ yang pertama memunyai
kasus yang mengalami sedangkan yang kedua memunyai kasus pelaku mendengar
radio. Untuk membedakan PLK dan P dapat digunakan masing-masing pertanyaan ‘Apa
yang dilakukan PLK?’ dan ‘Apa yang terjadi pada P’
C.
Kasus Instrumen (I)
Kasus
alat/ instrumental ialah kasus yang berkekuatan tidak hidup/tidak bernyawa atau
objek yang secara kausal terlibat di dalam tindakan atau keadaan yang
diperkenalkan oleh verba (dalam Tarigan, Fillmore, 1968: 24). Kasus agentif memunyai
ciri [-hidup] yang tidak bernyawa, secara kausal merupakan penyebab suatu
tindakan atau keadaan yang diekspresikan oleh verba. Kasus ini diberi pemarkah
dengan preposisi ‘with’ dalam bahasa Inggris. Ini bukan berarti bahwa setiap
frasa benda yang didahului oleh preposisi ‘with’ adalah alat. Misalnya, ‘Jhon
opened the door with a key’, ‘a key’ merupakan alat untuk membuka pintu dan menyebabkan
pintu terbuka, tetapi pada kalimat ‘Jhon walks with an umbrella’, ‘an umbrella’
merupakan kasus penyerta.
D.
Kasus Objectif (O)
Kasus
objektif adalah kasus yang secara semantis paling netral, kasus dari segala
sesuatu yang dapat digambarkan atau diwakili oleh sesuatu nomina yang
peranannya di dalam tindakan atau keadaan diperkenalkan oleh interpretasi
semantik verba itu sendiri; menurut pemikiran, konsep tersbut hendaknya
terbatas pada hal-hal yang dipengaruhi oleh tindakan atau keadaan yang diperkenalkan
oleh verba. Istilah ini hendaknya jangan dikacaukan dengan pengertian ‘objek langsung’
ataupun dengan nama kasus permukaan yang bersinonim dengan akusatif (dalam
Tarigan, Filmore, 1968: 25). Dalam kalimat ‘Ali membunuh ular’, kata ‘ular’
adalah objektif. Namu, istilah objektif tidak boleh diinterpretasikan sebagai
objek langsung, seperti pada tata bahasa tradisional. karena apabila disamakan
dengan objek langsung, maka akan ada objek tak langsung. Padahal, gramatika
kasus tidak mengenal objek tak langsung, tetapi memunyai nama tersendiri yang tidak
dibicarakan pada saat ini. Frasa benda dalam kasus objektif tidak melakukan
kegiatan atau tindakan, dan tidak pula menduduki posisi kasus-kasus lain
seperti alat dan sebagainya.
E.
Kasus Sumber (S)
Kasus
sumber merupakan sumber atau penyebab terjadinya proses atau kegiatan atau
keadaan yang dinyatakan oleh verba. Dalam kalimat ‘Gempa meruntuhkan
gedung-gedung tinggi’, ‘Hayati mengecewakan aku’ dan ‘Angin menggoyangkan daun-daunan’,
kata ’gempa’. ’Hayati’ dan ‘angin’ merupakan sumber dari kegiatan, proses, atau
keadaan yang disebutkan verba.
F.
Kasus Tujuan (TJ)
Kasus
tujuan lebih diartikan sebagai arah dari suatu kegiatan yang dinyatakan oleh
verba. Contoh ‘Jack menulis surat kepada Jhon’ dan ‘Joko menulis surat untuk
Karta’, kata ‘Jhon’ dan kata ’Karta’ adalah kasus yang berbeda. Yang pertama dinyatakan
sebagai tujuan, tetapi yang kedua merupakan benefaktif. Preposisi ‘kepada’ dan ‘untuk’,
dalam hal ini membedakan peran semantis antara ‘Jhon’ dan ‘Karta’.
G.
Kasus Lokatif (L)
Kasus
lokatif adalah kasus yang memperkenalkan lokasi, tempat, (atau letak) ataupun
orientasi ruang/spasi atau tindakan yang diperkenalkan oleh verba (dalam
Tarigan, Filmore, 1972: 90). Dalam kalimat ‘Anita mengajar di Aceh’, kata
‘Aceh’ merupakan kasus tempat.
H.
Kasus Waktu (WK)
Kasus
waktu adalah waktu yang terpakai atau diduduki oleh suatu proses, kegiatan,
atau keadaan yang dinyatakan oleh verba. Dalam kalimat ‘Tuti datang kemarin’,
kata ‘kemarin’ adalah kasus waktu.
I.
Kasus Penyerta (PNY)
Kasus
penyerta adalah frasa benda yang memunyai hubungan konjungtif dengan frasa benda
lain, yang ditandai oleh preposisi ‘dengan’, ’bersama’ dan sebagainya. Contoh ‘
MS main catur dengan Latief’ dan MS bersama Latief main catur’, kata ‘Latief’
merupakan kasus penyerta.
J.
Kasus Benefaktif (BEN)
Kasus
Benefaktif memunyai ciri [+ hidup]. Kasus yang ditujukan bagi makhluk hidup
(yang bernyawa) yang memperoleh keuntungan dari tindakan yang diperikan oleh
verba. Dalam Bahasa Inggris, kasus ini dinyatakan dengan preposisi ‘for’ (Fillmore
1968). Dalam kalimat ‘Jack opened the door for Paul’, kata ‘Paul’ menunjukkan
kasus benefaktif. Kasus benefaktif adalah nomina atau frasa nomina yang mengacu
kepada orang atau binatang yang memperoleh keuntugan, atau dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan dari tindakan verba. Dalam bahasa Indonesia ‘Ibu memberikan
kepada adik’, kata ‘adi’ menunjukkan kasus benefaktif.
Di
dalam gramatika kasus yang dikembangkan oleh Fillmore (1968) batasan verba ditentukan
dari segi kerangka kasus (case frames), sesuai dengan lingkungan kasus
yang ada di dalam kalimat. Dalam gramatika kasus yang baru, pengertian kerangka
kasus tidak berubah. Batasan verba ditentukan sesuai dengan kasus-kasus yang ada
hubungannya dengan verba di dalam struktur-dalam (Fillmore, 1972), seperti
berikut ini.
break
+ [---A, I, O]
Kerangka
kasus ini memperlihatkan bahwa verba ’break’ berada dalam kerangka yang memunyai
kasus objek yang obligatori, dan kasus-kasus pelaku dan alat yang opsional. Tetapi
teori kerangka kasus ini mengalami masalah, beberapa kerangka kasus sukar diterapkan.
Masalah ini dipecahkan dalam gramatika kasus yang baru dengan memperkenalkan
(1) peran kosong (vacant roles), (2) peran koreferensial (koreferential
roles), dan 3) peran terpratata (built – in roles).
Peran
kosong adalah peran kasus yang tidak muncul pada strutur permukaan, tetapi ada
di dalam struktur-dalam, seperti pada kalimat berikut ini ‘Fred remainds me of
my late grandfather’, ‘Fred resembles (to me) my late grandfather’. Dengan verba
seperti ‘reminds’ dan ‘resembles’ di dalam struktur dalam
terdapat kasus ALM, walaupun sering tidak terdapat representasi permukaan kasus
ALM pada verba ‘resemble’.
Peran
koreferensial adalah dua kasus yang memunyai satu acuan. Verba-verba yang mengandung
makna ‘gerak’, misalnya, memunyai kasus-kasus A, O, S, dan TJ. Namun, di
antara verba-verba ini terdapat perbedaan, dimana kasus PLK kadang-kadang
koreferensial dengan O, kadang-kadang dengan S, dan kadang-kadang dengan TJ.
Karena itu verba seperti ‘bergerak’, ‘berjalan’, ‘berlari’, ‘berenang’ dalam
bentuk transitif, A koreferensial dengan O. A yang merupakan O itulah yang
melakukan ‘bergerak’, ‘berjalan’, ‘berlari’ dan ‘berenang’. Pada verba seperti
‘melempar’, ‘memberi’, ‘menjual’ dan ‘mengirim’, A koreferensial dengan S.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh A yang juga memunyai peran S. Pada
verba seperti ‘meneria’, ’mencuri’, ‘mengambil’ dan ‘mendapat’, A koreferensial
dengan TJ. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh A sebagai TJ. Dengan
pelepasan kasus koreferensial, verba-verba tersebut masing-masing memunyai
karakteristik verba A-S-TJ, verba A-O-TJ; dan verba A-O-S. Tetapi adanya kasus
koreferensial di sini menandai semua verba tersebut sebagai verb A-O-S-TJ. Oleh
karena itu, verba-verba yang kelihatannya berbeda pada representasi permukaan
tidak berbeda pada representasi struktur-dalam.
Peran
terpratata adalah peran yang dipunyai oleh konten leksikon verba itu sendiri.
Verba seperti ‘mencium’, ‘menampar’ dan ‘menendang’ memunyai kasus instrumen
(I) yang tidak terungkap pada struktur-permukaan kecuali jika instrumen (I)
tersebut memunyai keterangan tertentu. Orang tidak perlu lagi menyebutkan misalnya,
‘dengan hidung’ untuk verba ’mencium’ dan sebagainya. Sebagai
terapan dari paparan di atas, mari kita lihat analisis kalimat berikut ini berdasarkan
tata bahasa kasus: ‘Tuti sedang membaca koran di serambi.
Analisis
kalimat di atas dalam diagram sebagai berikut.
Kalimat di atas berisi modalitas ‘sedang’ dan proposisi ‘Tuti membaca koran di serambi’ yang dianalisis sebagai berikut.
Tiap-tiap
kasus diturunkan menjadi unsus-unsur klausa sebagai berikut, sehingga seluruh analisis
berbentuk ini:
Diagram
di atas diturunkan menjadi struktur dalam dengan melepaskan penanda kasus yang kosong
sebagai berikut.
Diagram
di atas perlu ditransformasikan dengan menempatkan A pada bagian depan klausa sehingga
berwujud seperti di bawah ini.
Diagram
di atas perlu diturunkan menjadi struktur lahir, yaitu dengan melepaskan
penanda kasus yang kosong, sehingga struktur itu berbentuk seperti di bawah
ini.
Abdul
Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Fillmore,
Charles J. 1968. The Case for Case. Didalam Emmon Bach & Robert T.
Harms (ad) Universal in Languistics Theory. New York,
Halt, Renehart
& Winston. Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta
: PT. Gramedia.
Samsuri.
1982. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Verhaar, J. W.
M. 1985. Pengantar Linguistik. Jakarta: Gajah Mada University Press.
Yasin, Anas. 1991.
Gramatika Komunikatif Sebuah Model, Disertasi pada PPS IKIP Malang tidak
diterbitkan