Pages

Monday, May 10, 2021

BAHASA MENURUT LEONARD BLOOMFIELD

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahasa memainkan peranan penting dalam hidup kita. Barangkali karena lazimnya, jarang sekali kita memperhatikannya dan lebih menganggapnya sebagai hal yang biasa, seperti bernapas atau berjalan. Bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk dari apa yang membedakan manusia dari binatang-binatang, tetapi bahasa tidak mempunyai tempat dalam program pendidikan kita atau dalam spekulasi-spekulasi para ahli filsafat kita. Baru kira-kira pada abad yang lalu bahasa dikaji secara ilmiah, dengan diamati secara teliti dan menyeluruh beberapa kekecualiannya akan dibahas pada makalah ini.

Linguistik adalah pengkajian (studi) tentang bahasa, baru berada pada taraf permulaan. Pengetahuan yang telah diperolehnya belum menjadi bagian pendidikan tradisional kita "tata bahasa" dan pengajaran kebahasaan yang lain di sekolah-sekolah kita terbatas pada mewariskan pengertian-pengertian tradisional. Banyak orang mendapat kesulitan pada permulaan mempelajari bahasa, tidak dalam memahami metode-metode atau hasil-hasilnya (yang cukup mudair), tetapi alam menanggalkan praduga-praduga yang dipaksakan kepada kita oleh ajaran skolastik populer kita.

 

Rumusan Masalah

Bagaimana pengkajian bahasa menurut Leonard Bloomfield?

 

Tujuan

Untuk mengetahui pengkajian bahasa menurut Leonard Bloomfield.


PEMBAHASAN

SUBSTITUSI

Substitut atau pengganti (substitute) adalah bentuk bahasa atau ciri gramatikal yang dalam keadaan-keadaan konvensional tertentu, meng­gantikan salah satu kelas bentuk bahasa. Jadi, dalam bahasa Inggris, substitusi I menggantikan suatu ungkapan nominal singularis, asal ung­kapan nominal itu menandakan penutur ujaran yang di situ substitut tersebut digunakan.

Kekhasan gramatikal substitusi berupa ciri-ciri pilihan: substitut ha­nya menggantikan bentuk-bentuk suatu kelas tertentu, yang boleh kita sebut medan makna substitut. Jadi, medan makna substitut I adalah kelas bentuk ungkapan nominal Inggris. Substitut berbeda dengan bentuk ba­hasa biasa, seperti thing, person, object, oleh karena medan maknanya da­pat dijelaskan secara gramatikal. Apakah suatu bentuk biasa, bahkan yang artinya paling mencakup, seperti thing, dapat digunakan pada situasi nyata ini atau itu, adalah persoalan arti yang nyata, akan tetapi, ekuivalensi substitut ditentukan secara gramatikal. Misalnya, tidak peduli siapa atau apa yang kita tuju, kita boleh menyebut pendengar yang sebenarnya atau yang dibuat-buat dalam bentuk ungkapan nominal itu dengan substitut you dan untuk itu kita tidak memerlukan pengetahu­an praktis mengenai orang, binatang, barang, atau abstraksi yang kita perlakukan sebagai pendengar.

Salah satu unsur pada makna tiap-tiap substitut adalah makna kelas dari kelas bentuk yang digunakan sebagai medan makna substitut. Makna kelas substitut you, misalnya adalah makna kelas ungkapan-ung­kapan nominal Inggris; makna kelas I adalah makna kelas ungkapan-­ungkapan nominal singularis, dan makna kelas substitut they dan we adalah makna kelas ungkapan-ungkapan nominal pluralis.

Meskipun begitu, akan berguna bagi kita meninggalkan bidang linguistik sebentar dan meneliti masalah-masalah yang di sini dihadapi oleh mereka yang menyelidiki sosiologi dan psikologi. Teryata berbagai tipe substitusi merupakan keadaan-keadaan sederhana dalam perbuatan berbicara. Sering sekali, beberapa tipe substitusi tertentu ditandai lebih lanjut dengan keadaan bentuk yang diganti, yang terdapat pada wicara yang baru-baru saja diujarkan. Jadi, apabila kita mengatakan Ask that police­man, and he will tell you, substitut he berarti, antara lain, bahwa ungkap­an nominal maskulin singularis yang diganti dengan he, baru-baru saja diujarkan. Substitut yang mengandung arti ini adalah substitut anaforis atau terikat dan bentuk yang baru-baru saja diujarkan adalah anteseden. Akan tetapi, pembedaan itu rupanya tidak pernah sepenuhnya dilaku­kan.

Kembali kepada latar linguistik, mungkin kita sedikit berani, mengingat apa yang telah kita lihat dalam penyelidikan praktis kita, da­lam menerangkan makna substitut-substitut. Kita lihat juga bahwa dalam banyak bahasa, makna substitut-substitut terdapat kembali dalam ben­tuk-bentuk lain.

Substitusi yang tipe substitusinya tidak bentuk apa-apa selain anafora, adalah substitut anaforis (biasa), lepas dari makna kelasnya (yang tentu saja berbeda menurut kelas bentuk gramatikal bahasa-bahasa yang berbeda), substitut-substitut itu hanya mengatakan bahwa bentuk yang sedang digantikan (anteseden) baru saja disebutkan. Dalam bahasa Ing­gris, ungkapan-ungkapan verba finit secara anaforis diganti dengan ben­tuk-bentuk do, does, did seperti pada Bill will misbehave just as John did. Di sini antesedennya adalah misbehave; maka bentuk yang diganti adalah misbehaved.

Barangkali semua bahasa menggunakan substitut-substitut pro­nominal yang menggabungkan anafora dengan identifikasi tentu: bentuk yang digantikan adalah contoh jenis yang diidentifikasikan dan disebut oleh anteseden.

Substitut-substitut interogatif mendorong pendengar untuk mem­berikan jawaban jenis atau identifikasi individunya; maka dalam bahasa Inggris, substitut-substitut interogatif hanya terdapat pada pertanyaan­-pertanyaan tambahan. Dari pronomina-pronomina, ada who? (akusatif­nya, whom?) untuk yang personal dan what? untuk yang nonpersenal.


B.  KELAS-KELAS BENTUK DAN LEKSIKON

Ada dua macam ciri penandaan bahasa yang bermakna: bentuk-­bentuk leksikal, yang terdiri dari fonem-fonem, dan bentuk-bentuk gra­matikal, yang terdiri dari taksem-taksem. Jika kita perluas istilah leksikal untuk mencakup semua bentuk yang dapat diterangkan berdasarkan fonem, bahkan termasuk bentuk-bentuk yang sudah mengandung ciri-ciri gramatikal tertentu (misalnya, poor John atau duchess atau ran), maka paralelisme ciri-ciri leksikal dan gramatikal da­pat ditunjukkan dengan seperangkat istilah yang berikut:

satuan penandaan bahasa yang terkecil dan tak bermakna: femem;

leksikal: fonem;

gramatikal: taksem;

Satuan penandaan bahasa terkecil yang bermakna: glosem; makna glosem adalah noem;

leksikal: morfem; makna morfem adalah semem;

gramatikal: tagmem; makna tagmem adalah episemem;

Satuan penandaan bahasa yang bermakna, terkecil atau kompleks: bentuk linguistis; makna bentuk linguistis adalah makna linguistis;

leksikal: bentuk leksikal; makna bentuk leksikal adalah makna leksikal;

gramatikal: bentuk gramatikal; makna bentuk gramatikal adalah makna gramatikal.

Tiap-tiap bentuk leksikal berhubungan dengan bentuk-bentuk grama­tikal dalam dua arah. Pada satu pihak, bentuk leksikal, meskipun disen­dirikan, secara abstrak, memperlihatkan struktur gramatikal yang ber­makna.

Kita lihat bahwa fungsi bentuk-bentuk tertentu ditentukan oleh konstituen atau konstruksinya. Setiap fungsi yang ditentukan demi­kian dikatakan teratur dan fungsi yang tidak ditentukan demikian dikata­kan tak teratur. Jadi, jika kita tahu bahwa kata-kata fox atau ox itu nama­-nama jenis singularis, yang terkatung-katung antara genus nonpersonal dan personal, maskulin, maka dapat kita katakan bahwa fox berfungsi ter­atur bergabung dengan sufiks pluralis [-ez] pada bentuk foxes (karena fungsi ini sama-sama dipunyai oleh nomina-nomina singularis yang tak terhitung jumlahnya), tetapi ox berfungsi tak teratur bergabung dengan sufiks pluralis [-n]. Linguis biasanya menerapkan istilah-istilah teratur dan tak teratur pada bentuk itu sendiri, dengan mengatakan, misalnya, bahwa nomina fox itu teratur dan nomina ox tak teratur; tentu saja kita harus memerinci fungsi tempat berlakunya istilah-istilah itu, karena pada fungsi-fungsinya yang lain nomina-nomina fox dan ox sama benar. Linguis memperluas lagi penerapan istilah-istilah itu pada bentuk-bentuk resultannya, dengan mengatakan, bahwa nomina pluralis foxes itu teratur dan nomina pluralis oxen tak teratur.

 

REKAMAN-REKAMAN TERTULIS

Bagi seorang pengamat, bahasa suatu masyarakat bahasa tam­pak sebagai sistem penandaan yang rumit, seperti yang dengan sibuk kita pikirkan pada bab-bab sebelumnya dalam buku ini. Setiap saat kita berhadapan dengan bahasa, ini tampak sebagai struktur kebiasaan-kebia­saan leksikal dan gramatikal yang stabil.

Kata merupakan satuan bahasa yang pertama dilam­bangkan dalam tulisan. Sistem-sistem tulisan yang memakai lambang untuk setiap kata ujaran yang diucapkan, dikenal dengan nama yang menyesatkan: tulisan ideografis. Yang penting mengenai tulisan, tepatnya, ialah bahwa huruf-hurufnya tidak menggambarkan ciri-ciri dunia nyata ("ide-ide"), tetapi ciri-ciri bahasa orang-orang yang menulis; oleh karena itu, nama yang lebih baik mungkin tulisan kata atau tulisan logografis.

Asas tulisan menurut abjad satu lambang untuk setiap fonem tentu saja dapat diterapkan pada setiap bahasa. Tidak memadainya sistem-sistem yang dipakai kebanyakan disebabkan oleh konservatisme orang-orang yang menulis. Penulis tidak menganalisis sistem fonetis ba­hasanya, tetapi hanya menulis setiap kata seperti yang pernah dilihatnya dalam tulisan-tulisan pada pendahulunya. Bilamana seni menulis menja­di benar-benar mantap dalam suatu masyarakat, tidak hanya ejaan kata­-kata, tetapi juga bentuk-bentuk leksikal dan gramatikal menjadi konven­sional bagi rekaman-rekaman tertulis.

Dari semua itu jelaslah bahwa rekaman-rekaman tertulis hanya memberikan kepada kita suatu gambaran wicara masa lampau yang ti­dak lengkap dan sering berubah bentuknya, yang harus dibaca dan di­tafsirkan, sering dengan susah payah. Sebagai permulaan adalah nilai-ni­lai logografis atau fonografis tanda-tanda dalam tulisannya yang mung­kin tidak diketahui. Kalau demikian, masalah membacanya kadang­-kadang membuat orang berputus asa.

Ada beberapa masalah sampingan yang kadang-kadang m­embantu kita dalam menafsirkan dokumen-dokumen tertulis secara linguis­tik. Dalam bentuk-bentuk komposisi yang kita kelompokkan dengan na­ma sajak (verse), penulisnya mengikat dirinya untuk mematuhi pola-pola fonetis tertentu. Jika kita tahu bahwa seorang penyair menggubah dengan konvensi rima-rima yang tepat, dari kata-kata rimanya kita dapat memeroleh banyak informasi yang mungkin tidak terdapat pada ejaan-ejaannya.

 

METODE KOMPARATIF

Pada Bab 1 kita Iihat bahwa ada beberapa bahasa yang begitu mirip satu sama lain sehingga hanya dapat dijelaskan oleh hubungan sejarahnya. Tentu saja ada kemiripan yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor universal. Ciri-ciri seperti fonem, morfem, kata, kalimat, konstruksi, dan tipe substitusi, terdapat dalam tiap-tiap bahasa. Ciri-ciri tersebut tak terpisahkan dengan sifat wicara manusia. Ciri-ciri lain, se­perti kelas-kelas bentuk mirip nomina dan bentuk mirip verba, kategori-­kategori jumlah, persona, kasus, dan kala, atau posisi-posisi gramatikal pelaku, tujuan verba, dan pemilik, tidak universal, tetapi begitu luas ter­sebar sehingga kelak pengetahuan yang lebih baik pasti akan menghubungkannya dengan ciri-ciri khusus manusia yang universal. Banyak ciri yang tidak tersebar luas di antaranya ada yang sangat khusus dan bah­kan sangat harus terdapat pada bahasa-bahasa yang jauh terpisah dan sama sekali tidak ada hubungan kekerabatan; ciri-ciri itu pun kelak mungkin diharapkan membantu menjelaskan psikologi manusia.

Suatu bentuk rekonstruksi merupakan rumus yang me­nunjukkan identitas-identitas atau kesepadanan-kesepadanan fonem yang sistematis dan terdapat pada sekelompok bahasa yang berkerabat; lagi pula, karena identitas-identitas dan kesepadanan-kesepadanan itu men­cerminkan ciri-ciri yang sudah ada pada bahasa induknya, bentuk rekon­struksi itu juga merupakan diagram fonemis bentuk moyangnya.

Metode komparatif memberikan kemampuan yang bahkan lebih besar untuk meneliti rekonstruksi-rekonstruksi Germanika Purba kita. Karena bahasa-bahasa Germanika merupakan cabang keluarga bahasa Indo-Eropa, bentuk-bentuk Germanika Purba kita menjadi satuan-satuan untuk dibandingkan dengan bentuk-bentuk dalam bahasa-bahasa Indo­Eropa yang lain. Bentuk-bentuk rekonstruksi Indo-Eropa Purba memberi­kan kepada kita suatu bagan struktur yang masih lebih tua lagi, dari situlah struktur Germanika Purba telah tumbuh.

Metode komparatif pada dasarnya, tidak mengatakan apa-apa mengenai bentuk akustik bentuk-bentuk rekonstruksi; metode ini mengi­dentifikasikan fonem-fonem pada bentuk-bentuk rekonstruksi hanya se­bagai satuan-satuan yang terulang-ulang. Bahasa-bahasa di Indonesia menunjukkan contoh yang menarik perhatian dalam hal ini. Setiap bahasa hanya memiliki beberapa fonem tipe [d, g, 1, r], tetapi variasi kesepadanannya meyakinkan kita akan sejumlah besar fonem dalam bahasa induknya. Sifat akustik fonem-fonem itu hanya dapat dikira-kira; lambang-lambang yang dipakai untuk menggambarkannya hanyalah label-label untuk kesepadanan saja. Patut diperhatikan bahwa kita memi­liki rekaman-rekaman tertulis yang lebih tua dari bahasa-bahasa tersebut kecuali Jawa; ini sama sekali tidak memengaruhi penerapan metode komparatif. Delapan tipe kesepadanan yang normal akan cukup tampak jika kita ambil tiga bahasa untuk kita perhatikan: Tagalog (di Pulau Lu­zon, Ftlipina), Jawa dan Batak (di Pulau Sumatra).

Metode komparatif beranggapan bahwa setiap cabang atau ba­hasa membawa kesaksian tersendiri bagi bentuk-bentuk bahasa induk­nya dan bahwa identitas-identitas atau kesepadanan-kesepadanan di antara bahasa-bahasa kerabat mengungkapkan ciri-ciri bahasa induknya. Ini sama saja dengan beranggapan, pertama, bahwa masyarakat induk­nya sepenuhnya seragam mengenai bahasa, dan kedua bahwa masyarakat induk itu secara tiba-tiba dan jelas-jelas terbelah menjadi dua masyarakat atau lebih yang kehilangan segala hubungan yang satu dengan yang lain.

Para peneliti bahasa Indo-Eropa terdahulu tidak menyadari bahwa bagan silsilah itu hanyalah suatu keterangan metode mereka; me­reka menerima adanya bahasa-bahasa induk yang seragam dan terbelah­nya secara tiba-tiba dan jelas sebagai kenyataan-kenyataan sejarah.

 

GEOGRAFI DIALEK

Metode komparatif, dengan anggapannya bahasa-bahasa induk yang seragam dan pembelahan yang mendadak dan jelas, mengancung kebaikan, yakni membeberkan sisa bentuk-bentuk yang tak dapat dije­laskan berdasarkan anggapan itu. Isoglos-isoglos yang luas dan berla­wanan di wilayah bahasa Indo-Eropa. Adanya perpecahan itu berbagai kelompok masya­rakat turunan tetap berkomunikasi; kedua keterangan itu berarti bahwa wilayah-wilayah atau bagian-bagian wilayah yang sudah berbeda dalam segi-segi tertentu itu mungkin sama-sama masih mengadakan perubah­an-perubahan. Maka, hasil perubahan yang berturut-turut itu adalah ja­ringan isoglos yang meliputi seluruh wilayah. Oleh karena itu, pengkaji­an mengenai perbedaan-perbedaan lokal di suatu wilayah bahasa, geo­grafi dialek, melengkapi penggunaan metode komparatif.

Perbedaan-perbedaan lokal di dalam suatu wilayah bahasa tidak per­nah luput dari perhatian, tetapi pentingnya baru akhir-akhir ini disadari. Para ahli tata bahasa yakin bahwa bahasa standar golongan atas dan sastra lebih benar menurut ukuran akal sehat daripada bentuk bahasa lokal, yang disebabkan oleh ketidaktahuan dan kecerobohan orang-orang kebanyakan. Walaupun begitu, akhirya diketahui bahwa dialek-dialek lokal melestarikan suatu ciri kuno yang tidak terdapat lagi dalam bahasa standar. Menjelang akhir abad ke-18 mulai muncul kamus-­kamus dialek, yang memaparkan kekhasan-kekhasan leksikal bahasa non­standar.

Pada waktu sekarang ada tiga bentuk utama pengkajian dialek. Yang paling tua adalah yang leksikal. Mula-mula, kamus-kamus dialek hanya memuat bentuk-bentuk dan arti-arti yang berbeda dengan pema­kaian standar. Kriterium ini tentu saja tidak relevan. Dewasa ini kita mengharapkan kamus dialek lokal yang menyajikan semua kata yang umum dipakai dalam bahasa nonstandar, dengan ketepatan fonetis dan perhatian yang wajar terhadap penjelasan anti. Kamus dialek untuk selu­ruh daerah atau wilayah merupakan usaha yang lebih besar. Ini sebaik­nya menerangkan susunan fonemis untuk setiap tipe bahasa lokal dan oleh karenanya hampir tak dapat dipisahkan dari penelitian fonologis. Kita harapkan suatu keterangan mengenai wilayah geografisnya yang tiap-tiap bentuk umum dipakai, tetapi keterangan ini dapat diberi­kan dengan jauh lebih baik dalam bentuk peta.

 

PERUBAHAN FONETIS

Rekaman-rekaman tertulis bahasa masa lalu, kemiripan antara bahasa-bahasa, dan variasi-variasi pada dialek-dialek lokal, semuanya menunjukkan bahwa bahasa-bahasa berubah sepanjang masa. Dalam rekaman-rekaman bahasa Inggris Kuno, kita dapati kata stan "stone", yang secara fonetis kita tafsirkan sebagai [sta:n]; jika kita percaya hahwa kata Inggris masa kini stone (stown) adalah bentuk modern kata Inggris Kuno itu, melalui tradisi yang tak terputus, maka harus kita andaikan bahwa [a:] lnggris Kuno di sini telah berubah menjadi [ow] modern. Jika kita percaya bahwa kemiripan-kemiripan itu terjadi tidak kebetulan saja, tetapi karena tradisi kebiasaan-kebiasaan bicara, maka harus kita simpul­kan bahwa perbedaan-perbedaan antara bentuk-bentuk yang mirip itu disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bicara itu.

Pada permulaan abad ke-19 terdapat beberapa sarjana yang de­ngan sistematis memilih tipe-tipe kemiripan tertentu, terutama kasus-ka­sus kesesuaian atau kesepadanan fonetis. Langkah pertama yang pantas diperhatikan adalah pengamatan Rask dan Grimm (1.7) mengenai kese­padanan-kesepadanan antara bahasa Germanika dan bahasa-bahasa Indo-­Eropa lain. Di antara kumpulan bentuk mirip yang sangat banyak jum­lahnya dan kacau balau itu, mereka memilih bentuk-bentuk tertentu yang menunjukkan korelasi fonetis yang seragam.

Para peneliti bahasa telah menerima korelasi-korelasi itu (dan menyebutnya, dengan metafora yang berbahaya, "hukum" Grimm) sebab klasifikasi yang mulai mereka pakai dikukuhkan oleh penelitian selanjut­nya: data baru menunjukkan kesepadanan-kesepadanan yang sama, dan kasus-kasus yang tidak menunjukkan kesepadanan-kesepadanan itu da­pat dimasukkan ke dalam klasifikasi lain.

 

KETIDAKTETAPAN DALAM FREKUENSI BENTUK-BENTUK

Anggapan mengenai perubahan fonetis membagi perubahan-per­ubahan bahasa menjadi dua tipe utama. Perubahan fonetis hanya memengaruhi fonem-fonem, dan mengubah bentuk-bentuk bahasa hanya dengan mengubah bentuk fonetisnya saja.

Jika bentuk-bentuk sisa bukan malaran bentuk-bentuk kuno dengan perubahan bunyi saja, bentuk-bentuk itu mesti telah masuk ke dalam bahasa sebagai inovasi-inovasi. Akan kita lihat bahwa ada dua macam inovasi yang menjelaskan bentuk-bentuk sisa yaitu peminjaman ben­tuk-bentuk dari bahasa-bahasa lain (bait dari Norsk Kuno) atau dialek-dialek lain (vat, vixen dari dialek-dialek lokal Inggris selatan), dan peng­gabungan bentuk-bentuk kompleks yang baru (cow-s berdasarkan pola "nomina singularis plus sufiks pluralis menjadi nomina pluralis"). Kedua macam inovasi itu, peminjaman dan perubahan analogis, akan menjadi pembicaraan kita pada bab-bab berikut; sekarang kita hanya memerha­tikan pernyataan bahwa bentuk-bentuk yang tidak dijelaskan dengan korelasi fonetis, masuk ke dalam bahasa pada saat-saat tertentu.

Jika bentuk yang telah dimasukkan ke dalam bahasa lazim dan umum dipakai seperti, cows lazim sebagai pluralis cow yang biasa kita pasti menduga bahwa bentuk itu telah menjadi populer sejak pertama-­tama mulai dipakai. Sebaliknya, jika bentuk lama, seperti, pluralis [ky:] Inggris Kuno, yang karena perkembangan, dewasa ini akan diucapkan [kaj] -telah hilang, kita pasti menduga bahwa bentuk itu dulu melewati masa kemerosotan, yang selama itu tahun demi tahun makin kurang di­pakai. Ketidaktetapan dalam frekuensi bentuk-bentuk bahasa merupakan suatu faktor dalam semua perubahan nonfonetis. Ketidaktetapan itu, sampai batas tertentu, dapat diamati baik secara langsung maupun dalam re­kaman-rekaman tertulis yang ada.

Ketidaktetapan dalam frekuensi bentuk-bentuk akan dapat diamati dengan cermat jika ada rekaman tipe-tipe ujaran yang dibuat dalam suatu masyarakat bahasa selama jangka waktu kapan saja yang ingin kita pela­jari. Kemudian kita dapat membuat lembar hitungan untuk tiap-tiap ben­tuk (termasuk bentuk-bentuk gramatika).

Sekarang sewajarnya kita bertanya apakah suatu ciri bentuk yang secara linguistik dapat dijelaskan artinya mungkin menyebabkan orang suka atau tidak suka memakai bentuk itu. Ahli gaya bahasa dan ahli reto­rika mengatakan bahwa ada bentuk-bentuk bahasa yang bunyinya lebih baik daripada yang lain-lain. Satu-satunya kriterium fonetis rupanya ini, bahwa pengulangan fonem-fonem atau deretan-deretan sering dihindarkan: frase seperti the observation of the systematization of education tidak di­sukai.

Faktor semantis menjadi penyebab lebih jelas tidak disukainya bentuk­bentuk bahasa yang homonim dengan bentuk-bentuk tabu. Pembaca ti­dak akan sukar menemukan bentuk-bentuk bahasa yang dia hindari de­ngan alasan itu.  

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa homonimi pada umumnya mungkin merusak frekuensi suatu bentuk. Banyak homonim yang dibedakan dengan fungsi gramatikal yang berlainan. Akan tetapi, ada suatu bukti bahwa homonimi-homonimi mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan komunikasi yang mengakibatkan tidak terpakainya lagi suatu bentuk. Sering sekali kita jumpai gabungan-gabungan yang teratur, atau sekurang-kurangnya lebih teratur, di samping bentuk-bentuk kompleks yang tak teratur.

Sebagian besar, ketidaktetapan tidak bergantung kepada ciri-ciri formal, tetapi bergantung kepada arti. Oleh karena itu, luput dari pe­nyelidikan linguistik semata-mata. Perubahan-perubahan yang sela­lu terjadi dalam kehidupan nyata masyarakat, pasti akan memengaruhi frekuensi relatif bentuk-bentuk bahasa. Mulai adanya kereta api, trem, dan mobil telah mengurangi frekuensi banyak istilah yang berhubungan dengan kuda, abah-abah kuda, atau gerobak, dan menambah frekuensi istilah-istilah yang berhubungan dengan peralatan mesin. Bahkan dalam masyarakat yang paling terpencil dan kolot pun senantiasa, ada perubah­an segala sesuatu yang dibicarakan, sekurang-kurangnya ada perubahan dalam hal kelahiran dan kematian.

Faktor paling kuat yang menyebabkan semua ketidaktetapan bekerjanya di luar jangkauan linguis: penutur menyukai bentuk-bentuk yang pernah didengarnya dari penutur-penutur tertentu dan de­ngan suatu alasan prestise, memengaruhi kebiasaan-kebiasaan bicaranya.

 

PERUBAHAN ANALOGIS

Banyak bentuk bahasa merupakan malaran bentuk-bentuk yang terdapat pada tahap terdahulu bahasa yang sama. Ini jelas kasus pinjam-meminjam: kata seperti toboggan, yang diambil alih dari suatu ba­hasa Indian Amerika, tidak mungkin sudah dipakai dalam bahasa Inggris sebelum kolonisasi Amerika dan tentu saja, tidak kita temukan dalam dokumen-dokumen bahasa Inggris yang berasal dari zaman sebelumnya.

Dalam kebanyakan kasus, inilah yang paling mungkin kita pahami proses pengujaran bentuk baru sangat mirip dengan proses ana­logi gramatikal biasa. Penutur yang mengucapkan bentuk cows, tetapi belum pernah mendengarnya, mengucapkan bentuk itu tepat seperti ia mengujarkan setiap nomina pluralis teratur lain.

Ahli-ahli psikologi kadang-kadang keberatan terhadap rumus itu, de­ngan alasan bahwa penutur tidak mampu menggunakan nalar menurut pola perbandingan itu. Jika keberatan itu dianggap baik, linguis kiranya akan sulit membuat setiap keterangan gramatikal, karena penutur biasa, yang bukan linguis, tidak mendeskripsikan kebiasaan-kebiasaan bicaranya, akan sama sekali gagal membuat rumusan yang benar. Orang-orang yang berpendidikan, yang telah mendapat latihan tata bahasa di sekolah, terlalu tinggi menilai kemampuan mereka sendiri dalam cara merumuskan kebiasaan-kebiasaan bicara dan yang lebih celaka lagi, lupa bahwa kemampuan itu berkat tradisi filsafat yang rumit. Tetapi mereka memandangnya sebagai bakat bawaan yang mereka harapkan akan ditemukan pada semua orang dan merasa bebas untuk menyangkal kebenaran setiap keterangan linguis yang penutur biasa tak mampu membuatnya. Kita mesti selalu ingat bahwa penutur, yang tidak dilatih secara amat khusus, tidak mampu mendeskripsikan kebiasaan-kebiasaan bicaranya. Rumus analogi perban­dingan di atas dan perubahan analogis, seperti semua keterangan lain dalam linguistik, menggambarkan perbuatan penutur dan tidak berarti bahwa penutur sendiri dapat memberikan deskripsi serupa.

Hanya dalam teori dapat kita bedakan inovasi yang sebenarnya, penutur memakai bentuk yang belum pernah ia dengar, se­telah persaingan antara bentuk baru itu dan suatu bentuk lama. Penga­mat yang beberapa tahun yang lalu, mendengar bentuk radio, mungkin saja mengira bahwa penutur itu tidak pernah mendengarnya dan sedang menciptakannya berdasarkan analogi pluralis-pluralis nomina biasa, akan tetapi pengamat mungkin tidak dapat memeroleh kepastian mengenai hal ini, karena bentuk itu mungkin dapat diujarkan dengan sama baiknya oleh penutur-penutur yang pernah dan yang belum pernah mendengar­nya. Kedua macam penutur itu, karena tahu bentuk singularis radio, akan dapat mengujarkan bentuk pluralisnya dalam situasi yang sesuai.

Dalam pembentukan kata, dasar yang paling mendukung ben­tuk-bentuk analogis adalah tipe derivatif yang menyandang makna yang pasti. Jadi, segala macam nomina pelaku baru kita bentuk dengan –er menurut yang kini merupakan analogi gramatikal normal. Sufiks ini di­pinjam dari bahasa Latin pada zaman pra-Inggris dan telah mengganti­kan beberapa tipe asli.

Inovasi analogis pada frase sangat mudah terlihat apabila memengaruhi bentuk kata-kata tunggal. Perubahan-perubahan bunyi yang terbatas mungkin menimbulkan bentuk-bentuk kata yang berbeda sesuai dengan posisi-posisi fonetisnya pada frase.

Untuk banyak bentukan baru kita tidak dapat memberikan mo­del perbandingan. Ini tidak selalu karena kita tidak dapat menemukan perangkat-perangkat model dan sebenarnya ada tipe perubahan bahasa yang mirip dengan perubahan analogis, tetapi terjadi tanpa perangkat model. Bentukan-bentukan baru adaptif serupa dengan bentuk lama dengan sedikit perubahan ke arah bentuk-bentuk yang ada hubungan se­mantisnya.

 

PERUBAHAN SEMANTIS

Inovasi-inovasi yang mengubah makna leksikal dan bukan fung­si gramatikal suatu bentuk, diklasifikasikan sebagai perubahan makna atau perubahan semantis. Konteks-konteks dan gabungan-gabungan frase suatu bentuk dalam naskah-naskah kuno kita sering menunjukkan bahwa pada suatu ketika bentuk itu memunyai makna yang berbeda.

Dewasa ini dengan mudah dapat kita ketahui bahwa perubahan makna pada bentuk bahasa hanyalah akibat perubahan dalam pemakai­an bentuk itu dan bentuk-bentuk lain yang secara semantis berhubung­an. Akan tetapi, peneliti-peneliti terdahulu mendekati masalah ini de­ngan anggapan seakan-akan bentuk bahasa itu suatu benda yang relatif tetap yang disertai makna seperti satelit yang dapat berubah. Mereka ber­harap, dengan meneliti makna satu bentuk saja yang berubah-ubah.

Dipandang pada taraf ini, perubahan makna menunjukkan hu­bungan antara hal-hal yang nyata dan dengan demikian menjelaskan ke­hidupan pada zaman dahulu. Selain hal-hal yang menarik di luar bahasa itu semua memberi­kan suatu ukuran kemungkinan yang dapat kita pakai untuk menilai perbandingan-perbandingan etimologis, tetapi tidak dapat mengatakan bagaimana cara makna bentuk bahasa berubah dalam perjalanan waktu. Maka, jika seorang penutur pernah mendengar suatu bentuk hanya dalam makna okasional atau dalam rangkaian makna okasional saja, ia akan mengujarkannya hanya dalam situasi-situasi yang serupa saja. Ke­biasaannya mungkin berbeda dengan kebiasaan penutur-penutur lain.

Penjelasan Paul mengenai perubahan semantis menganggap ter­jadinya makna-makna pinggir dan keusangan itu sudah semestinya dan memandang proses-proses itu sebagai petualangan-petualangan bentuk bahasa perseorangan, tanpa mengacu kepada bentuk-bentuk tandingan yang dalam kasus yang satu, memberi tempat kepada bentuk yang sedang dipertimbangkan dan dalam kasus yang lain, melanggar batas medannya. Meskipun begitu, pandangan ini merupakan kemajuan besar yang lebih dari sekadar klasifikasi perbedaan-perbedaan makna. Teruta­ma, ini memungkinkan Paul menunjukkan secara perinci beberapa cara keusangan membongkar bidang makna yang merupakan kesatuan-pro­ses yang disebut isolasi.

Penjelasan Paul mengenai perubahan semantis tidak menerang­kan timbulnya makna-makna pinggir dan usangnya bentuk-bentuk pada sebagian medan semantisnya. Begitu juga dengan yang disebut penjelas­an psikologis, seperti dari Wundt, yang sekadar menerangkan hasil per­ubahan itu dengan kata-kata lain. Wundt mendefinisikan makna pusat sebagai unsur dominan makna dan menunjukkan bagaimana unsur domi­nan itu mungkin bergeser apabila suatu bentuk terjadi dalam konteks-konteks baru yang khas. Jadi, ketika meat paling sering didengar, dalam situasi-situasi yang menyangkut makanan daging, unsur dominan itu bagi makin banyak penutur menjadi bukan "food" melainkan "flesh-food". Ke­terangan itu membiarkan masalahnya tepat pada tempatnya semula.

 

PINJAMAN BUDAYA

Anak kecil yang sedang belajar berbicara, mungkin kebanyakan kebiasaannya didapatkan dari seseorang katakanlah, ibunya tetapi mesti juga mendengar penutur-penutur lain dan beberapa kebiasaan diambilnya dari mereka. Bahkan perbendaharaan kata dan ciri-ciri gra­matikal dasar yang ia peroleh pada waktu ini tidak tepat menirukan ke­biasaan-kebiasaan salah seorang yang lebih tua. Di dalam bidang pinjaman, kita bedakan antara pinjaman dialek, ciri-ciri yang dipinjam berasal dari wilayah bahasa yang sama (se­perti father, rather dengan [a] dalam dialek dengan [e]), dan pinjaman bu­daya, ciri-ciri yang dipinjam berasal dari bahasa yang ber­beda. Pembedaan ini tidak selalu dapat dilakukan, karena tidak mungkin diadakan pembedaan mutlak antara batas-batas dialek dan batas-batas bahasa.

Tiap-tiap masyarakat bahasa belajar dari tetangga-tetangganya. Barang-barang, baik alami maupun buatan, diteruskan dari satu masya­rakat ke masyarakat yang lain, dan begitu pula pola-pola perbuatan, se­perti prosedur-prosedur teknis, kebiasaan-kebiasaan suka berperang, upa­cara-upacara keagamaan, atau cara-cara berperilaku perseorangan. Penye­baran barang-barang dan kebiasaan itu diselidiki oleh ahli-ahli etnologi, yang menyebutnya penyebaran budaya.

Jika bangsa yang meminjam relatif tahu benar tentang bahasa yang meminjamkan, atau jika kata-kata yang dipinjam, cukup banyak, maka bunyi-bunyi asing yang akustiknya jauh berbeda dengan setiap fo­nem bahasa ibu, mungkin dipertahankan dengan cara mengucapkannya sedikit banyak tepat sehingga melanggar sistem fonetis bahasa ibu. Da­lam hal ini, ada banyak perbedaan lokal dan sosial. Deskripsi suatu bahasa hendaknya mengenali lapisan bentuk-bentuk asing.

Bilamana kita dapat menerima adanya faktor adaptif itu, per­kembangan fonetik bentuk-bentuk pinjaman sering menunjukkan bentuk fonetisnya pada waktu dipinjam dan oleh karena itu menunjukkan kira­-kira saat terjadinya berbagai perubahan bunyi

 

PINJAMAN AKRAB

Pinjaman budaya berupa bentuk-bentuk bahasa biasanya timbal balik; ini jadi berat sebelah apabila pada bangsa yang satu terdapat lebih banyak yang diberikan daripada yang lain. Jadi, pada zaman misi, dari abad ke-7 dan selanjutnya, bahasa Inggris Kuno meminjam istilah-istilah Latin yang berhubungan dengan agama Kristen, seperti church, minister, angel, devil, apostle, bishop, priest, monk, nun, shrine, cowl, mass, dan me­niru semantik bahasa Latin dengan cara, terjemahan pinjaman, tetapi, pa­da zaman itu, bahasa Inggris Kuno, sebaliknya, tidak memberikan apa­-apa. Bahasa-bahasa Nordika (Skandinavia) mengandung beraneka ma­cam istilah perdagangan dan pelayaran dari bahasa Jerman Rendah yang disebabkan oleh keunggulan perdagangan di kota-kota Hanseatik Jerman Utara) pada bagiann akhir Abad Pertengahan; demikian juga, bahasa Rusia mengandung banyak istilah pelayaran dari bahasa Jerman Rendah dan Belanda.

Meskipun ada kasus-kasus seperti itu, biasanya dapat kita bedakan antara pinjaman budaya biasa dan pinjaman akrab yang terjadi apabila dua bahasa dipakai berbicara dalam masyarakat yang secara topografis dan politis merupakan kesatuan. Situasi ini timbul kebanyakan karena penaklukan, lebih jarang melalui perpindahan secara damai. Pinjaman akrab itu berat sebelah: kita bedakan antara bahasa atas atau dominan, yaitu bahasa kelompok penakluk atau kalau tidak yang lebih terhormat kedudukannya, dan bahasa bawah, bahasa orang-orang yang ditaklukkan atau, seperti bahasa di Amerika Serikat, imigran-imigran yang sederhana dan miskin. Pinjaman, itu sebagian besar terjadi dari bahasa atas ke bahasa bawah, dan sering sekali meluas kebentuk-bentuk bahasa yang tidak berhubungan dengan perihal budaya yang baru.

Tinggal tipe pinjaman tidak biasa yang sekurang-kurang­nya ada kepastian bahwa bahasa atas telah dimodifikasikan, meskipun perincian prosesnya tidak kurang kaburnya. Orang-orang Gipsi Inggris (sekarang kebanyakan Amerika) telah ke­hilangan bahasa mereka dan berbicara dengan suatu macam bahasa Inggris substandar yang secara fonetis dan gramatikal wajar. Akan tetapi, di antara mereka sendiri, mereka menggunakan kira-kira beberapa puluh sampai beberapa ratus kata bahasa Gipsi lama. Kata-kata itu diucapkan dengan fonem-fonem Inggris dan infleksi serta sintaksis Inggris. Itu ada­lah kata-kata untuk hal-hal yang paling umum sekali dan meliputi isti­lah-istilah gramatikal, seperti pronomina.

 

PINJAMAN DIALEK

Anak kecil mulai memeroleh kebiasaan-kebiasaan bahasanya dari orang-orang yang memeliharanya. Ia dapatkan kebanyakan kebiasa­annya dari seseorang tertentu, biasanya dari ibunya, tetapi ia tidak meni­rukan bahasa orang itu dengan tepat sebab ia mengambil bentuk-bentuk tertentu dari orang-orang lain. Apakah, dalam kasus yang wajar, kebiasa­an-kebiasaan yang tetap timbul sekadar sebagai peniruan-peniruan yang tidak tepat, itu merupakan perkara selisih pendapat. Nantinya, anak itu memeroleh kebiasaan-kebiasaan bahasa dari lebih banyak orang; anak­-anak suka meniru lebih-lebih ketika mereka mulai mengadakan hubung­an-hubungan di luar kalangan keluarga dekat mereka. Lama-lama, lingkungan orang-orang yang ditiru menjadi makin luas; selama hidupnya, penutur menerima kebiasaan-kebiasaan bahasa dari kawan-kawannya. Se­tiap saat, bahasanya merupakan paduan kebiasaan unik yang diperoleh dari bermacam-macam orang.

Sering sekali kelompok-kelompok penutur seluruhnya cocok dalam menerima atau menyukai atau tidak menyukai suatu bentuk bahasa. Di dalam suatu kelompok, suatu gaya bahasa akan diteruskan dari orang ke orang. Peminjaman kebiasaan-kebiasaan bahasa di dalam masyarakat se­bagian besar berjalan berat sebelah; penutur menerima bentuk-bentuk baru dan kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang disukai dari orang­-orang tertentu lebih dari yang lain-lain. Dalam setiap kelompok, orang-­orang tertentu lebih banyak ditiru daripada yang lain, mereka itu pe­mimpin-pemimpin yang berkuasa dan terhormat. Meskipun tidak jelas, kelompok-kelompok yang berbeda banyak menerima secara berat sebe­lah juga. Tiap-tiap orang termasuk lebih dari satu kelompok bahasa minor; suatu kelompok dipengaruhi oleh orang-orang yang menurut garis pembagian lain, termasuk kelas yang dominan. Di antara kawan-kawan sepekerjaannya misalnya penutur akan meniru orang-orang yang diang­gapnya berkedudukan "sosial" paling tinggi.

Klasifikasi linguis mengenai perubahan-perubahan menjadi tiga tipe penting, perubahan bunyi, perubahan analogis-semantis, dan peminjam­an adalah klasifikasi fakta-fakta akibat proses-proses yang halus dan ru­mit. Proses-proses itu sendiri sebagian besar luput dari pengamatan kita; yang kita punyai hanyalah kepastian bahwa keterangan yang sederhana mengenai akibat-akibatnya mesti mengandung hubungan tertentu de­ngan faktor-faktor yang menimbulkan akibat-akibat itu.

Karena tiap-tiap penutur bertindak sebagai mediator antara kelom­pok-kelompok yang di dalamnya ia termasuk, perbedaan-perbedaan ba­hasa di dalam suatu wilayah dialek hanya disebabkan oleh tidak adanya penutur-pentur mediator. Pengaruh pusat bahasa akan menyebabkan ter­sebarnya suatu bentuk bahasa ke setiap arah sampai pada suatu garis lemah pada kepadatan komunikasi, tidak mendapatkan pengikut lagi. Bentuk-bentuk bahasa yang berbeda, dengan nilai-nilai semantis yang berbeda, kualifikasi-kualifikasi formal yang berbeda, dan bentuk-bentuk tandingan berbeda yang perlu diatasi, akan tersebar dengan kecepatan­-kecepatan yang berbeda dan jarak-jarak yang dicapainya akan berbeda­-beda pula. Kemajuan bentuk baru itu mungkin terhenti karena kemajuan suatu bentuk tandingan dari pusat bahasa yang berdekatan atau mungkin karena pusat bahasa yang berdekatan memakai bentuk yang tak berubah.

Perincian mengenai timbulnya bahasa-bahasa standar yang ter­kenal, seperti bahasa Inggris standar, tidak diketahui, karena sumber­ tertulis tidak memberikan gambaran yang cukup jelas kepada kita. Pada tahap-tahap awalnya, sebagai dialek lokal dan kemudian se­bagai tipe bahasa daerah, bahasa yang kemudian menjadi bahasa stan­dar itu mungkin telah banyak meminjam. Bahkan sesudahnya, sebelum kedudukannya yang tertinggi ditetapkan, dapat disusupi bentuk-bentuk dari luar. Bahasa standar menarik penutur-penutur dari dialek-dialek daerah dan lokal. Orang-orang yang paling sederhana mempelajarinya tidak de­ngan alasan yang dibuat-buat, tetapi dengan meluasnya kesejahteraan dan pendidikan, makin luas lapisan masyarakat yang mengenalnya. Di negeri-negeri Eropa Barat dewasa ini kebanyakan orang sekurang-ku­rangnya memiliki sedikit pengetahuan yang baik mengenai bahasa stan­dar. Orang yang naik kedudukannya dalam masyarakat memakainya ber­bicara sebagai bahasa orang dewasa dan hanya itulah yang diteruskannya kepada anak-anaknya itu kemudian menjadi bahasa ibu lapisan atas pen­duduk yang makin tumbuh.

Kita temukan sekarang, bahwa bangsa-bangsa Romanika senan­tiasa dan terutama dengan tersebarnya pendidikan pada zaman modern, memasukkan ungkapan-ungkapan dari bahasa Latin buku ke dalam ba­hasa resmi mereka dan kemudian ke dalam tingkat-tingkat biasa, dalam bentuk fonetis pengucapan membaca tradisional. Pinjaman-pinjaman dari bahasa tulis itu dikenal sebagai kata-kata pustaka (learned words) atau de­ngan istilah Prancis, mots savants [mo savan], kata-kata (orang) terpelajar. Setelah kata Latin pustaka masuk ke dalam pemakaian lisan, tentu saja dapat terkena perubahan-perubahan biasa yang kemudian terjadi dalam bahasa; akan tetapi, kadang-kadang disusul dengan pembentukan kem­bali ke arah bentuk yang menyerupai pustaka. Banyak kata Latin yang terdapat dalam bahasa Romanika baik dalam bentuk modern yang berkembang dengan normal, seperti yang disebut kata populer, maupun da­lam bentuk Latin yang setengah dimodernisasikan (atau Latin semu), se­perti kata pustaka.

 

PENERAPAN DAN PANDANGAN

Penutur yang normal menghadapi masalah bahasa apabila ia me­ngetahui bentuk-bentuk varian yang hanya berbeda konotasinya. Bukanlah hal yang kebetulan bahwasanya para "ahli gramatika" itu muncul pada zaman itu. Selama abad ke-18 dan 19 masyarakat kita meng­alami perubahan-perubahan besar; banyak orang dan keluarga yang men­capai kedudukan-kedudukan yang relatif terhormat dan harus mengubah bahasa mereka dari nonstandar ke standar. Masalah yang dihadapi penu­tur yang mengadakan perubahan itu akan kita bicarakan nanti; sekarang kita lihat bahwa ajaran yang otoriter memupuk rasa kurang percaya diri penutur-penutur yang berlatar belakang nonstandar penutur-penutur yang takut untuk percaya kepada bentuk-bentuk bahasa yang telah mere­ka dengar dari orang tua dan kakek atau nerek mereka.

Masyarakat berurusan dengan persoalan-persoalan bahasa mela­lui sistem sekolah. Siapa pun yang terbiasa membedakan perilaku bahasa dengan perilaku nonbahasa mesti setuju. Dengan kritik bahwa sekolah-­sekolah kita terlalu banyak mengurusi perilaku bahasa, dengan berulang-­ulang melatih anak dalam fase-fase respons bahasa pada berhitung, geo­grafi, atau sejarah, dan mengabaikan melatihnya dalam perilaku terhadap lingkungan yang sebenarnya. Dalam masyarakat lingkungan yang lebih sederhana pada beberapa generasi yang lalu, persoalan-persoalan seni dan ilmu dijauhkan dan proses-proses mekanis dan sosial berjalan dengan ukuran yang menempatkannya (atau tampaknya menempatkannya) sede­mikianrupa sehingga dapat diamati secara langsung tiap-tiap hari: anak mempelajari persoalan-persoalan yang nyata tanpa bantuan sekolah, yang hanya perlu dilatihnya adalah dalam hal membaca, menulis, dan berhi­tung. Sekolah-sekolah tetap berpegang pada pola ini, meskipun kehidup­an modern sangat kompleks. Usaha-usaha untuk memperbaikinya tidak pernah membesarkan hati.

Kesulitan ejaan kita sangat menghambat pendidikan dasar kita, bahkan membuang-buang banyak waktu orang-orang dewasa. Kesulitan yang sebenarnya adalah secara ekonomis dan politis.

Di da­lam jangka waktu lima puluh tahun atau kira-kiranya, ortografi baru itu akan menyebabkan seluruh naskah cetakan yang ada sekarang menjadi sulit dipahami dan tak terpakai lagi; bagi cucu-cucu kita bentuk-bentuk yang tercetak dewasa ini akan mempunyai konotasi samar-samar, sama dengan ejaan-ejaan pada zaman Chaucer bagi kita. Kita akan sangat ke­bingungan dan harus mengeluarkan biaya yang sangat besar sekali untuk menyalin semua naskah yang penting.

Pada suatu tahap kemudian, dalam pendidikan, di sekolah kita jumpai masalah pengajaran bahasa asing yang banyak seginya. Demi apa yang disebut tradisi atau kesinambungan kebudayaan, sebagian ter­tentu penduduk sebaiknya kenal dengan bahasa-bahasa kuno, terutama Latin dan Yunani. Demi hubungan dengan bangsa-bangsa lain terutama untuk memertahankan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahu­an, sekelompok orang yang agak banyak jumlahnya harus memahami bahasa-bahasa asing modern. Sebagian besar dari apa yang dilakukan sekolah-sekolah menengah atas dan sekolah tinggi yang dikhususkan untuk belajar bahasa asing termasuk usaha sia-sia yang mengerikan: ti­dak ada satu dari seratus murid yang dapat berbicara dan memahami, atau bahkan membaca bahasa asing. Nilai disiplin atau "pemindahan"­nya saja dalam mempelajari glosem-glosem bahasa asing yang secara arbitrer mudah dapat diperkirakan, yaitu hampir-hampir nihil. Pelaksa­naan semua itu telah menimbulkan banyak perselisihan, khususnya me­ngenai metode-metode pengajaran bahasa asing. Berbagai "metode" yang telah dilaksanakan dengan saksama sangat berbeda dalam penjelasan, tetapi sangat kurang dalam latihan di kelas yang sebenarnya.

Penerapan linguistik pada perekaman dan penyampaian bahasa, seperti pada stenografi atau kode-kode, sangat bergantung pada asas fonemisnya dan tidak perlu dibicarakan secara khusus. Akan tetapi, ada usaha yang mungkin memerlukan segala sumber daya pengetahuan kita, dan kerja yang lebih keras, yaitu penyusunan suatu bahasa universal. Keuntungan-keuntungan suatu sarana komunikasi internasional sudah jelas. Bahasa internasional kiranya tidak akan menyebabkan seseorang meninggalkan bahasa ibunya. Ini berarti bahwa di tiap-tiap ne­gara akan ada banyak penutur asing yang berbicara dengan bahasa internasional itu. Sebaiknya kita tidak menyetujui satu bahasa tertentu saja yang dipelajari di tiap-tiap negara.

Gerakan untuk mengadakan bahasa universal merupakan usaha untuk menjadikan bahasa lebih berguna secara luas. Orang mungkin juga mengharapkan agar linguis berusaha pula meningkatkan kegunaan bahasa secara intensif dengar. menggarap bentuk-bentuk bahasa yang akan menimbulkan respons-respons yang berharga dalam kehidupan nyata. Akan tetapi, tampaknya semua bahasa cukup luwes untuk me­nyediakan bentuk-bentuk bahasa semacam itu tanpa bantuan bahasa buatan. Kita dapat membuat dan mendefinisikan istilah-istilah ilmiah semau kita; penalaran matematis dapat diterjemahkan ke dalam setiap bahasa. Masalahnya bukanlah struktur bahasanya, melainkan penerapan praktisnya. Logika dan dialektika zaman kuno dan abad pertengahan merupakan usaha yang keliru untuk mendapatkan rumus-rumus wacana yang berguna karena mengandung arti.

Meskipun linguitik tidak dapat sampai jauh menjelaskan hal-hal yang nyata, ia bertugas mengklasifikasikan bentuk-bentuk bahasa bila­mana artinya telah ditentukan oleh ilmu pengetahuan lain tertentu. Jadi, kita dapat membuktikan, dalam tiap-tiap bahasa yang telah diteliti, ada­nya seperangkat bilangan pokok dan kita dapat menyelidiki struktur gramatikal bentuk-bentuk itu dan menemukan, misalnya bahwa peng­aturannya dalam kelompok-kelompok sepuluh, sistem desimal, pastilah tersebar luas. Ahli antropologi segera menerangkan bahwa ini disebab­kan oleh kebiasaan orang menghitung dengan jarinya. Baik terbatasnya pengetahuan kita di luar bahasa maupun, yang lebih memprihatinkan, tiadanya informasi yang tepat dan lengkap mengenai bahasa-bahasa di dunia menyebabkan gagalnya usaha untuk menyusun tata bahasa dan leksikologi umum hingga sekarang. Apabila kita belum dapat menerus­kan penyelidikan-penyelidikan itu dan menggunakan hasil-hasilnya, kita tidak dapat mengaku memiliki pengetahuan yang dapat diandalkan me­ngenai bentuk-bentuk perilaku manusia yang umum.

PENUTUP

Simpulan

Substitut atau pengganti (substitute) adalah bentuk bahasa atau ciri gramatikal yang, dalam keadaan-keadaan konvensional tertentu, meng­gantikan salah satu kelas bentuk bahasa. Ada dua macam ciri penandaan bahasa yang bermakna: bentuk-­bentuk leksikal, yang terdiri dari fonem-fonem, dan bentuk-bentuk gra­matikal, yang terdiri dari taksem-taksem. Anggapan mengenai perubahan fonetis membagi perubahan-per­ubahan bahasa menjadi dua tipe utama. Perubahan fonetis hanya mem pengaruhi fonem-fonem, dan mengubah bentuk-bentuk bahasa hanya dengan mengubah bentuk fonetisnya saja.

Meskipun linguistik tidak dapat sampai jauh menjelaskan hal-hal yang nyata, ia bertugas mengklasifikasikan bentuk-bentuk bahasa bila­mana artinya telah ditentukan oleh ilmu pengetahuan lain. Jadi, kita dapat membuktikan dalam tiap-tiap bahasa yang telah diteliti, ada­nya seperangkat bilangan pokok dan kita dapat menyelidiki struktur gramatikal bentuk-bentuk itu.

DAFTAR PUSTAKA

Bloomfield, Leonard. 1995. Language. Jakarta: PT. Gramedia

24

ENTRI

𝗦𝗧𝗘𝗠𝗣𝗘𝗟 𝗞𝗘𝗦𝗨𝗟𝗧𝗔𝗡𝗔𝗡 𝗧𝗔𝗟𝗟𝗢 ( Mangkasar)

 Sultan Talloq Harun ar-Rasyid ال وتسق ب اللاهي ال اذهم اس سولثن هارون ار رشيد شهاهيبو مملاكه تللوق ب فدل اللاهي ار رحمن Al Watsiq billahi a...

POPULAR POST