PENDAHULUAN
Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang
tidak pernah selesai sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia
ini. Dikatakan demikian , karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan
dan peradaban manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan
manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang
kehidupannya. Pendidikan menjadi perhatian penting bagi masyarakat, akhir-akhir
ini pendidikan diarahkan untuk menanggulangi permasalahan putus sekolah,
kenakalan anak, pengangguran dan dunia kerja. Akhir-akhir ini orang ramai
membicarakan pembaharuan pendidikan untuk menjawab masalah-masalah yang timbul
dalam kehidupan manusia. Bahkan mereka ada yang meragukan tentang guna dan makna
pendidikan itu sendiri, biaya yang dikeluarkan sudah begitu banyak tetapi
kadang mereka tidak bekerja sesuai dengan pengalaman yang dimiliki dengan
lapangan pekerjaan yang ada.
Pendidikan kita sekarang belum banyak memperhatikan minat
dan kebutuhan anak didik. Pendidikan kita masih banyak digumuli dengan
masalah-masalah kompetensi lembaga pendidikan serta pemenuhan kebutuhan dunia
kerja akan tenaga kerja. Dari kenyataan tersebut, maka sudah tiba masanya
sekarang pendidikan lebih melayani kebutuhan dan hakikat psikologis anak didik.
Pendidikan seharusnya mempunyai kreasi-kreasi baru dengan berorientasi kepada
sifat dan hakikat anak didik. Berdasarkan uraian di atas , pengetahuan
psikologis tentang anak didik menjadi suatu hal yang sangat penting dalam pendidikan
, karena pengetahuan tentang psikologi pendidikan menjadi kebutuhan bagi para
pendidik, bahkan bagi setiap orang yang merasa dirinya seorang pendidik.
Sehubungan dengan pentingnya mengetahui tentang landasan psikologis dalam
pendidikan maka pembahasan yang dilakukan sangat perlu dibincangkan. Pendidikan
selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah
satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan
pendidik dalam melaksanaan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh
pemahamannya tentang seluk beluk landasan pendidikan termasuk landasan
psikologis dalam pendidikan.
Perbedaan individual terjadi karena
adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang
berkaitan dengan kecerdasan dan bakat tetapi juga perbedaan pengalaman dan
tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita bahkan perbedaan
kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pendidik perlu memahami
perkembangan individu peserta didiknya baik itu prinsip perkembangannya maupun
arah perkembangannya. Salah satu cara untuk dapat menghilangkan atau
memperkecil permasalahan adalah berpijak pada teori-teori pendidikan. Dengan
demikian dapat memperkecil dan memecahkan beragam permasalahan pendidikan pada umumnya
dan pembelajaran khususnya.
B.
Rumusan Masalah
Permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian landasan psikologi
dalam pendidikan ?
2. Bagaimanakah pentingnya landasan
psikologi dalam pendidikan ?
3. Bagaimanakah implikasi landasan
psikologi dalam pendidikan ?
C.
Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1. Memahami pengertian landasan
psikologi dalam pendidikan,
2. Mengetahui bagaimanakah pentingnya
landasan psikologi dalam pendidikan,
3. Menjelaskan implikasi landasan
psikologi dalam pendidikan.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Landasan Psikologi dalam pendidikan
Pengertian psikologi, menurut asal katanya
psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyche dan Logos.
Psyche berarti jiwa, sukma dan roh, sedangkan logos berarti ilmu
pengetahuan atau studi. Jadi pengertian psikologi secara harfiah adalah
ilmu tentang jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan
mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa
atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan
melekat dalam manusia itu sendiri.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dari ilmu
pengetahuan, maka perubahan-perubahan pesat terjadi pula dalam bidang
pendidikan. Kurikulum yang sering direvisi dalam pengembangannya, tujuan
pendidikan sering mengalami perubahan dalam perumusannya, metode belajar
mengajar sering mengalami perubahan dan pengembangan, dan sumber serta
fasilitas belajar sering mengalami penambahan.
Dari uraian diatas dapat kita ambil makna bahwa perkembangan
teknologi pada ilmu pengetahuan dapat membuat perubahan-perubahan dalam dunia
pendidikan , baik pada revisi dan pengembangan kurikulum, metode, rumusan ,
serta sumber dan fasilitas belajar dapat memancing berbagai macam tanggapan
apakah semua hal itu dapat mengganggu pelaksanaan aktivitas belajar sehingga
akan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan peserta didik, dan akhirnya timbul
kekhawatiran akan diabaikannya psikologi dalam pendidikan.Untuk mengatasi
kekhawatiran tersebut , maka diharapkan peserta didik dapat mempunyai tingkat
keaktifan yang tinggi, baik itu secara fisiologis maupun psikologis. Dengan
demikian psikologi tetap akan memperoleh tempat dalam dunia pendidikan.
Berbicara mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita
tidak menutupi kenyataan bahwa sekolah-sekolah saat ini masih mengutamakan
penguasaan mata pelajaran-mata pelajaran. Akibatnya guru dan murid masih
dibatasi kebijakan dan pengawasan dari pihak pemerintah, sehingga keberhasilan
pendidikan tidak pernah lepas dari keterampilan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Pendidikan kita pada saat ini belum banyak memerhatikan minat dan
kebutuhan peserta didik, melainkan pendidikan masih digumuli dengan
masalah-masalah kompetensi lembaga pendidikan dengan pemenuhan kebutuhan dunia
kerja akan tenaga kerja .
Dengan demikian sudah saatnya
sekarang pendidikan kita untuk melayani kebutuhan dan hakikat psikologis
peserta didik. Pemahaman pada peserta didik yang berkaitan dengan aspek
kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu,
hasil kajian dan penemuan psikologi sangat diperlukan penerapannya dalam bidang
pendidikan.Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan
pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi.Individu
memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama
perkembangannya yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai implikasinya
pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik,
sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusunan kurikulum
perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan
djadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan
belajar yang digariskan.
B.
Landasan Psikologi dalam Pendidikan
Landasan Psikologi pendidikan adalah suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan
manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi
manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan
untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya
dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan
belajar ( Tirtaraharja, 2005: 106 ).
Landasan psikologi pendidikan merupakan salah
satu landasan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan
pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya
tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus
dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari
bayi hingga dewasa.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa
berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan
usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,
anak didik dan lingkungan. Perubahan
tersebut adalah gejala yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah
kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri
individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik
perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis. Dengan demikian,
psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara
psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit
dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah
gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan
membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan
kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
pendidikan secara efektif.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajar yang
sangat menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori
komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori
pengajaran. Bahkan bisa dikatakan hampir semua pengajaran yang dilaksanakan
saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana,
2008: 36) Ada tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling terkenal
yaitu : (a) teori koneksionisme dari Thorndike, (b) teori kondisioning dari
Pavlov, dan (c) teori kondisioning operan (operant conditioning) dari
Skinner.
1.
Teori
koneksionisme (E. L. Thorndike)
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi
perkembangannya merupakan landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran yang
menyatakan tiga dalil utama :
- Dalil latihan dan ulangan:
makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin
besar kemungkinan dicamkan.
- Dalil akibat: menyatakan
prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana
diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak
senang.
- Dalil kesiapan: karena
perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah
dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi
pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang pinsip-prinsip: (1) aktivitas
diri, (2) minat atau motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan
(5) sosialisasi. Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih
banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan
merancang produk pembelajaran.
2.
Teori
kondisioning klasikal (Ivan Pavlov)
Teori kondisioning klasikal
berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi
stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah laku tersebut disebut
proses pengkondisian. Dalam teori kondisioning klasikal, memberikan pancingan
dan dorongan stimulus belajar merupakan factor penting agar dapat menimbulkan
respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku.
3.
Teori
kondisioning operan (B. F. Skinner)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner
mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. B.F.
Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan
pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol
melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat
mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang
bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya
jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan
dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui
pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner
adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses
penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak
memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning
adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang
dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang
sesuai dengan keinginan (http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/teori-belajar-
behavioristik.doc)
a.
Psikologi
Perkembangan
Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia
baik secara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan
sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia
terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu
ke waktu. Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan
adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak
dewasa akan mengalami perubahan fisik dan mentalnya.
Sedangkan belajar adalah proses yang berkesinambungan
dari sebuah pengalaman yang akan membuat individu berubah dari tidak tahu
menjadi tahu ( kognitif ), dari tidak mau menjadi mau ( afektif ) dan dari
tidak bisa menjadi bisa ( psikomotorik ), misalnya seorang anak yang belajar
mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya
lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa.
Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan
kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan
belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan
seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk. Manusia dalam
perkembangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada manusia
dan aspek-aspek tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Aspek-aspek dalam
perkembangan tersebut diantaranya adalah aspek fisik, mental, emosional, dan social.
Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan
yang berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang
dengan lambat. Namun demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai
universal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan .
Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Perkembangan terjadi terus
menerus hingga manusia meninggal dunia
2) Kecepatan perkembangan setiap
individu berbeda-beda
3) Semua aspek perkembangan saling
berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya
4) Arah perkembangan individu dapat
diprediksi
5) Perkembangan terjadi secara bertahap
dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.
Ada tiga teori perkembangan atau pendekatan tentang
perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah: (Nana Syaodih, 1988)
1) Pendekatan pentahapan. Perkembangan
individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahapan
memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang
lain.
2) Pendekatan diferensial. Pendekatan
ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang membuat kelompok-kelompok.
3) Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini
berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai
pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini yang
paling banyak dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan.
1.
Tahapan
dan Tugas Perkembangan Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (
anak adalah orang dewasa mini ) telah ditinggalkan orang sejak lama,
sebagaimana kita maklumi bahwa masa anak-anak adalah suatu tahap yang berbeda
dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan
bertahap mengenai keadaan fisik, social, emosional, moral dan mentalnya. Seraya
mereka berkembang, mereka mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempresepsi
yang sesuai dengan usianya. Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap
perkembangan.
Robert Havighurst (dalam http :// http://www.idonbiu.com/ 2009/ 04 /
teori-perkembangan-kognitif-piaget.html ) membagi perkembangan individu menjadi
4 tahap, yaitu masa bayi dan masa kanak-kanak kecil ( 0-6 tahun ), masa
kanak-kanak ( 6-12 tahun ), masa remaja atau adolesen ( 12-18 tahun ), dan masa
dewasa ( 18- …tahun ), selain itu havighurst mendeskripsikan tugas-tugas
perkembangan ( development task ) yang harus diselesaikan pada setiap tahap
perkembangan sebagai berikut :
a.
Tugas perkembangan Masa Bayi dan
Kanak-kanak kecil ( 0-6 tahun )
1)
Belajar
berjalan
2)
Belajar
makan makanan yang padat
3)
Belajar
berbicara/berkata-kata
4)
Belajar
mengontrol pembuangan kotoran tubuh
5)
Belajar
tentang perbedaan kelamin dan kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis
kelaminnya
6)
Mencapai
stabilitas fisiologis / jasmaniah
7)
Pembentukan
konsep sederhana tentang kenyataan social dan kenyataan fisik
8)
Belajar
berhubungan diri secara emosional dengan orang tua saudara dan orang lain
9)
Belajar
membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri / kata
hati
b.
Tugas perkembangan masa kanak-kanak
( 6-12 tahun ):
1)
Belajar
keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari
2)
Pembentukan
kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organism yang tumbuh
3)
Belajar
bermain dengan teman-teman lainnya
4)
Belajar
memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan
5)
Pengembangan
kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
6)
Pengembangan
konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari
7)
Pengembangan
kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai
8)
Pengembangan
kebebasan pribadi
9)
Pengembangan
sikap-sikap terhadap kelompok social dan lembaga
c.
Tugas perkembangan masa Remaja /
Adolesen ( 12-18 ):
1)
Mencapai
peranan social dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki / perempuan
serta kebebasan emosional orang tua
2)
Memperoleh
jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu
pekerjaan
3)
Mempersiapkan
diri untuk keluarga
4)
Mengembangkan
kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam
masyarakat
d.
Tugas perkembangan pada masa Dewasa
( 18 – ….)
1)
Mulai
menduduki suatu jabatan / pekerjaan
2)
Masa
dewasa tengah umur :
a) Mencapai tanggung jawab social dan
warga Negara yang dewasa
b) Membantu anak belasan tahun menjadi
dewasa
c) Menghubungkan diri sendiri kepada
suami/isteri sebagai suatu pribadi
d) Menyesuaikan diri kepada orang tua
yang semakin tua
e.
Tugas perkembangan Usia Lanjut :
1)
Menyesuaikan
diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani
2)
Menyesuaikan
diri pada saat pensiun dan pendapatan yang semakin berkurang
3)
Menyesuaikan
diri terhadap kematian, terutama banyak beribadah
Dari uraian di atas, seorang pendidik dalam proses
pebelajarannya harus memperhatikan tugas perkembangan pada setiap masa
perkembangan anak. Dimulai dari perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan
sampai dengan penilaian akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat
dipisahkan dari pemahaman akan tugas perkembangan peserta didik pada setiap
masa perkembangannya.
2.
Implikasi
Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik ( Orang Dewasa ) yang
diharapkan
Sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (dalam http :// http://www.idonbiu.com/ 2009/ 04 / teori-perkembangan-kognitif-piaget.html),
implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik ( orang dewasa )
yang diharapkan dalam rangka membantu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya
adalah sebagai berikut :
a. Perlakuan pendidik ( orang
dewasa ) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak
kecil :
- Menyelenggarakan disiplin
secara lemah lembut secara konsisten
- Menjaga keselamatan tanpa
perlindungan yang berlebihan
- Bercakap-cakap dan memberikan
respon terhadap perkataan peserta didik
- Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi
- Menghargai hal-hal yang dapat
dikerjakan peserta didik
b. Perlakuan pendidik ( orang
dewasa ) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa prasekolah :
- Memberikan tanggung jawab dan
kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur dan terus menerus
- Latihan harus ditekankan pada
koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan dsb.
- Menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peserta didik
- Menyediakan benda-benda untuk
diekplorasi
- Memberikan kesempatan untuk
berinteraksi ssosial dan kerja kelompok kecil
- Menggunakan program aktif,
seperti ; bernyanyi dengan bergerak, dll.
- Memperbanyak aktivitas
berbahasa seperti bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah, dan
membuat aturan-aturan.
c. Perlakuan pendidik (orang
dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak :
- Menerima kebutuhan-kebutuhan
akan kebebasan anak; dan menambah tanggung jawab anak.
- Mendorong pertemanan dengan
menggunakan projek-projek dan permainan kelompok
- Membangkitkan rasa ingin tahu
- Secara konsisten mengupayakan
disiplin yang tegas dan dapat dipahami
- Menghadapkan anak pada
gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru
- Bersaama-sama menciptakan
aturan dan kejujuran
- Memberikan contoh model
hubungan social
- terbuka terhadap kritik
d. Perlakuan pendidik (orang
dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja awal :
- Memberikan kesempatan
berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan tenaga
fisik yang besar.
- Menerima makin dewasanya
peserta didik
- Memberikan tanggung jawab
secara berangsur-angsur
- Mendorong kebebasan dan
tanggung jawab.
e. Perlakuan pendidik ( orang
dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja akhir
:
- Menghargai pandangan-pandangan
pessrta didik
- Menerima kematangan peserta
didik
- Memberikan kesempatan luas
kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara cermat
- Memberikan kesempatan yang luas
untuk pendidikan karir
- Menggunakan kerjasama kelompok
untuk memecahkan masalah
- Bekreasi
bersama dan bersa-sama menegakan berbagai aturan
1. Psikologi
Belajar
Belajar adalah perubahan perilaku
yang relative permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan,
pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain
serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai
berikut:
a. Kontiguitas, memberikan situasi atau
materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respons anak yang diharapkan,
beberapa kali secara berturut-turut.
b. Pengulangan, situasi dan respons anak
diulang-ulang atau dipraktikkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama
diingat.
c. Penguatan, respon yang benar
misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.
d. Motivasi positif dan percaya diri
dalam belajar.
e. Tersedia materi pelajarn yang
lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak.
f. Ada upaya membangkitkan keterampilan
intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar.
g. Ada strategi yang tepat untuk
mengaktifkan anak-anak dalam belajar.
h. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat
dipengaruhi oleh factor-faktor dalam pengajaran.
Tiga butir pertama disebut Gagne
sebagai factor-faktor ekstern, sedangkan sisanya adalah sebagai factor-faktor
intern. Factor-faktor ekstern lebih banyak dapat ditangani oleh pendidik,
sementara itu factor-faktor intern dikembangkan sendiri oleh anak-anak di bawah
arahan dan strategi mengajar atau pendidik.
2.
Psikologi Sosial
Psikologi social adalah psikologi
yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengombinasikan
ciri-ciri psikologi dengan ilmu social untuk mempelajari pengaruh masyarakat
terhadap individu dan antarindividu (Hollander, 1981). Dengan demikian,
psikologi ini akan mencoba melihat keterkaitan masyarakat dengan kondisi
psikologi kehidupan individu.
3.
Implikasi
Landasan Psikologi dalam Pendidikan
Tinjauan tentang psikologi
perkembangan, psikologi belajar, psikologi social, dan kesiapan belajar serta
aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepada konsep pendidikan, Implikasi
itu sebagian besar dalam bidang kurikulum sebab materi pelajaran dan proses
belajar mengajar itu harus sejalan dengan perkembangan, cara belajar, cara
mereka mengadakan kontak social dan kesiapan mereka belajar. Implikasinya
kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Psikologi
perkembangan yang bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi , dan pada
kognisi , semuanya memberi petunjuk pada pendidik bagaimana seharusnya ia
menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina
anak-anak agar mereka mau belajar dengan sukarela.
b. Psikologi belajar
a). Yang klasik
1. disiplin mental bermanfaat untuk
menghafal untuk menghafal dan melatih soal-soal.
2. Naturalis/aktualisasi diri
bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup.
b). Behavioris bermanfaat atau cocok
untk membentuk atau cocok untuk membentuk perilaku nyata, seperti mau
menyumbang, giat bekerja, gemar menyanyi, dan sebagainya.
c). Kognisi cocok untuk mempelajari
materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk
memecahkan masalah dan untuk berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide
baru.
c.
Psikologi
social
a)
Persepsi
diri atau tentang diri sendiri ternyata bersumber dari perilaku yang overt dan
persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh sikap serta
perasaan kita. Agar para siswa memiliki konsep yang ril maka pendidik perlu mengembangkan
perilaku yang overt, persepsi terhadap lingkungan secara wajar, dan sikap serta
perasaan yang posistif. Konsep diri yang keliru dapat merusak perkembagan anak.
b)
Pembentukan
sikap bisa secara alami, dikondisi, dan meniru sikap para tokoh. Pendidik perlu
membentuk sikap anak yang positif dalam banyak hal. Oleh sebab itu, cara
pembentukan sikap ini perlu direncanakan dan dilaksanakan padsa waktu dan
situasi yang tepat.
c)
Sama
halnya dengan sikap, motivasi anak-anak juga perlu dikembangkan pada saat yang
memungkinkan melalui,
1. Pemenuhan minat dan kebutuhannya.
2. Tugas-tugas yang menantang
3. Menanamkan harapan yang sukses
dengan cara sering memberikan pengalaman sukses.
d) Hubungan yang intim diperlukan dalam
proses konseling, pembimbingan, dan belajar dalam kelompok. Karena itu hubungan
seperti itu perlu dikembangkan oleh para pendidik.
e) Pendidik perlu membendung perlaku
agresif anti social tetapi mengembangkan agresif prososial dan sanksi.
Pengurangan agresif anti social dapat dilakukan dengan menanamkan ketertiban,
tidak mengganggu satu sama lain dan berupaya agar anak-anak tidak mengalami
rasa tidak putus asa.
f) Pendidik juga perlu mengembangkan
kemampuan memimpin di kalangan anak-anak.
Sebab kepemimpinan sangat besar peranannya dalam mencapai sukses belajar
bersama dan sukses berorganisasi dalam kehidupan setelah dewasa.
d. kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu
diperhatikan oleh pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami
dan diinternalisasi dengan baik. Kegiatan afeksi harus dikembangkan dengan
model pengembangan motivasi sedangkan kesiapan kognisi dipelajari dari
tingkat-tingkat perkembangan kognisi mereka.
e. kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang
sama oleh pendidik dan dilayani secara berimbang.
f. wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya
memenuhi tiga criteria, yaitu:
a) semua potensi berkembang secara
proporsional atau berimbang dan harmonis.
b) potensi-potensi itu berkembang
secara optimal.
c) potensi-potensi berkembang secara
intergratif
4. Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Adanya kurikulum diharapkan dapat membentuk tingkah laku baru berupa kemampuan atau kompetensi aktual dan potensial dari setiap peserta didik, serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006 : 50) ”kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan”. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas.
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik. Penyesuaian yang dimaksud berkaitan dengan segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Apa yang didikkan dan bagaimana cara mendidiknya perlu disesuaikan dengan tingkat dan pola-pola perkembangan anak. Karakteristik perilaku pada berbagai tingkat serta pola-pola perkembangan anak menjadi bagian dari psikologi perkembangan. Sementara itu, model-model atau pendekatan pembelajaran mana yang dapat memberikan yang optimal, dan bagaimana proses pelaksanaannya memerlukan studi yang sistematik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar. Dengan demikian, paling tidak ada dua bidang psikologi yang harus mendapat perhatian para pengembang kurikulum, yakni psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan terutama di dalam proses pemilihan dan penyusunan isi pendidikan serta proses mendidik atau mengajar. Hal ini dimaksudkan agar anak didik dapat dilayani secara proporsional.
Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi terhadap pengembangan kurikulum menurut Rudi Susilana dkk. (2006 : 22) yaitu:
a. Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
b. Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
c. Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya.
d. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap pelaksanaan pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku peserta didik.
2. Bahan atau materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3. Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4. Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta,
Made.2009. Landasan Kependidikan Stimulus
Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.
Sukardjo,
M dan Ukim Komaruddin. 2009. Landasan
Kependidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.