Pendahuluan
Sastra
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,
1993:8). Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi
kehidupannya, sastra tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide,
teori, atau sistem berpikir manusia. Sastra dapat dibahas berdasarkan dua hal,
yaitu isi dan bentuk. Dari segi isi, sastra membahas tentang hal yang
terkandung di dalamnya, sedangkan bentuk sastra membahas cara penyampaiannya .
Ditinjau
dari isinya, sastra merupakan karangan fiksi dan non fiksi. Apabila dikaji
melalui bentuk atau cara pengungkapannya, sastra dapat dianalisis melalui genre
sastra itu sendiri, yaitu puisi, novel, dan drama. Karya sastra juga digunakan
pengarang untuk menyampaikan pikirannya tentang sesuatu yang ada dalam realitas
yang dihadapinya. Realitas ini merupakan salah satu faktor penyebab pengarang
menciptakan karya, di samping unsur imajinasi. Menurut (Semi, 1993:8), karya
sastra merupakan karya kreatif sehingga sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha
menyalurkan kebutuhan keindahan manusia.
Di samping itu, sastra juga harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang
dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia. Hal ini
dikarenakan objek seni sastra adalah
pengalaman hidup manusia terutama menyangkut sosial budaya, kesenian,
dan sistem berpikir.
Wanita
di wilayah publik cenderung dimanfaatkan oleh kaum laki-laki untuk memuaskan
koloninya. Wanita telah menjelma menjadi bahan eksploitasi bisnis dan seks.
Dengan kata lain, saat ini telah hilang sifat feminis yang dibanggakan dan
disanjung bukan saja oleh kaum wanita, namun juga kaum laki-laki. Hal ini
sangat menyakitkan apabila wanita hanya menjadi satu segmen bisnis atau pasar
(Anshori, 1997: 2).
Sastra
Indonesia memandang wanita menjadi dua bagian kategori. Kategori pertama adalah
peran wanita dilihat dari segi biologisnya (isteri, ibu, dan objek seks) atau
berdasarkan tradisi lingkungan. Kedua, bahwa peranan yang didapat dari
kedudukannya sebagai individu dan bukan sebagai pendamping suami. Tokoh wanita
seperti kategori kedua di atas, biasanya disebut sebagai perempuan feminis
yaitu perempuan yang berusaha mandiri dalam berpikir, bertindak serta menyadari
hak-haknya (Suroso, 1998:2).
Perkembangan
feminis mempunyai keinginan untuk meningkatkan kedudukan serta derajat kaum
wanita agar sama atau sejajar dengan kaum laki-laki. Perjuangan serta
usaha feminisme untuk mencapai tujuan
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah berusaha
mendapatkan hak dan kewajiban yang sejajar dengan kaum laki-laki. Oleh karena
itu, kemudian muncul istilah equal right's movement (gerakan persamaan hak).
Cara lainnya adalah membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan domestik atau
lingkungan keluarga dan rumah tangga, dinamakan dengan women's liberation movement
yaitu sebuah gerakan pembebasan Wanita.
Pada akhirnya, wanita dapat menunjukkan tokoh-tokoh citra wanita yang kuat dan mendukung nilai-nilai feminisme.
Sastra
Sastra
merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta, sas dalam kata kerja turunan
berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, atau intruksi, sedangkan tra
biasanya menunjukkan alat atau sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat
untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi atau pengajaran (Teeuw, 1988:23).
Sastra
adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Mereka beranggapan bahwa
bahwa teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan mantra bersifat
sosial karena merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra
menyajikan kehidupan, dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan
sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia
(Tang, 2007:01).
Feminisme
Feminisme
adalah sebuah ideologi pembebasan kaum wanita yang melekat dalam keyakinan
mereka bahwa wanita telah mengalami berbagai bentuk ketidakadilan karena jenis
kelaminnya. Feminisme dengan demikian juga adalah model transformasi yang
bertujuan menciptakan dunia bagi wanita (Humm, 2002: 158).
Secara
etimologis feminis berasal dari kata femme (woman, berarti perempuan (tunggal)
yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu
dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai
hakikat alamiah, masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis
kultural). Dengan kalimat lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan masculine-feminine
mengacu pada jenis kelamin atau gender,
sebagai he dan she, jadi tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender.
Dalam pengertian yang luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak
segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh
kebudayaan dominan, baik dalam politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada
umumnya (Ratna, 2007:184).
Aliran-Aliran
Feminisme
Lahirnya
gerakan Feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan terbagi menjadi tiga
gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki perkembangan yang sangat
pesat. Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa di mana
Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet sebagai pelopornya.
Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara penjajahan Eropa
dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood (Anwar,
2009: 21).
Para
pelopor gerakan feminisme memandang kebebasan dan persamaan hak perempuan dan
laki-laki sebagai penyempurnaan dan pencapaian tujuan gerakan hak asasi
manusia. Mereka percaya bahwa segala kesulitan di dalam keluarga timbul, karena
tidak adanya kebebasan perempuan, dan karena perbedaan hak mereka dengan
laki-laki. Bila persamaan hak tersebut dipenuhi, maka seluruh kesulitan dalam
keluarga akan terpecahan. Perbedaan perspektif tersebut melahirkan sejauh ini
empat aliran besar, yakni feminisme liberal, marxisme, radikal, dan sosialis.
Teori
Kritik Sastra Feminis
Kritik
sastra feminis di dunia Barat sering dimetaforakan sebagai quilt. Quilt yang
dijahit dan dibentuk dari potongan-potongan kain persegi itu pada bagian
bawahnya dilapisi dengan kain lembut. Jahitan potongan kain itu memakan waktu
cukup lama dan biasanya dikerjakan oleh beberapa orang. Metafora ini dapat
dikenakan sebagai metafora pengertian kritik sastra feminis, kritik sastra
feminis diibaratkan sebagai alas yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa
seorang wanita dapat secara sadar membaca karya sastra sebagai wanita, Yoder
dalam Suharto (2010: 20).
Tugas
utama kritik feminisme adalah mencari perbedaan-perbedaan pengalaman yang
mendasari penggunaan-penggunaan imaji dalam mempresentasikan wanita. Metode
kritik feminis harus mencari kenyataan yang ada dibalik fiksi, untuk itu kritik
feminis harus berpijak secara hati-hati
sebelum menyatakan bahwa pengarang wanita yang mempersepsikan kenyataan atau
karakter wanita adalah suatu penyimpangan, Kolodny dalam Anwar (2009:43).
Jenis-Jenis
Kritik Sastra Feminis
Adapun
jenis-jenis kritik sastra feminis yang berkembang di masyarakat adalah
(Saraswati, 2003: 156):
- ·
Kritik
Ideologi
- ·
Kritik
yang Mengkaji Penulis-Penulis Wanita
- ·
Kritik
Sastra Feminis Sosialis
- ·
Kritik
Sastra Feminis-Psikoanalistik
- ·
Kritik
Feminis Lesbian
- ·
Kritik
Feminis Ras atau Etnik